Pemerintah dan DPR didesak terbuka soal draf perpres pelibatan TNI atasi terorisme

Koalisi tekankan 6 prinsip soal perpres pelibatan TNI atasi terorisme.

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Menko Polhukam Mahfud MD sebelum memimpin rapat kabinet terbatas tentang ketersediaan bahan baku bagi industri baja dan besi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/2)/Foto Antara/Sigid Kurniawan.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah dan DPR melakukan pembahasan rancangan peraturan presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI atasi terorisme secara terbuka.

Koalisi juga menuntut agar pembahasan mengakomodir aspirasi masyarakat. “Adalah menjadi keharusan bagi pemerintah dan DPR untuk menyampaikan draft rancangan Perpres yang sudah jadi tersebut kepada publik. Pemerintah dan DPR tidak boleh menutup-nutupi rancangan perpres yang telah selesai tersebut dari masyarakat,” ujar perwakilan koalisi sekaligus Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, Senin (3/8).

Koalisi kemudian menyebut beberapa prinsip dan substansi pasal-pasal perlu ada dalam Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme. Pertama, tugas TNI dalam menjalankan tugas operasi militer selain perang untuk mengatasi aksi terorisme fungsinya hanya penindakan.

Fungsi penindakan bersifat hanya terbatas pada penanganan pembajakan pesawat, kapal, atau terorisme di dalam kantor perwakilan negara sahabat.

Kedua, penggunaan dan pengerahan TNI harus atas dasar keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR dengan kejelasan maksud, tujuan, waktu, anggaran, dan jumlah pasukan yang dilibatkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 5 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.