DPR minta penegakan pidana pemilu adopsi restorative justice

Dasar hukum pelaksanaan restorative justice diatur dalam Pasal 310 KUHP, Pasal 205 KUHAP, dan Perma 2/2012.

Komisi III DPR minta penegakan pidana pemilu mengadopsi pendekatan restorative justice. Alinea.id/Marzuki Darmawan

Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, menyatakan, ada kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum pelanggaran pemilu. Hal ini disebut mengganggu kinerja Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang beranggotakan kejaksaan, Polri, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kendala dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu masih kerap terjadi, khususnya terhadap delik yang diancam pidana penjara di bawah 5 tahun, yang tidak dapat dilakukan penahanan," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (16/11).

Menurutnya, ada celah dalam ancaman pidana di bawah 5 tahun sehingga dimanfaatkan para pelaku untuk terhindar dari jerat hukum. Dicontohkannya dengan mengulur-ulur proses penanganan perkara sehingga kedaluwarsa lantaran melewati batas waktu.

"[Batas waktu penangan perkara] seringkali menjadi celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghindari jerat hukum dengan cara mengulur waktu proses penanganan perkara tindakan pemilu dan pemilihan," tuturnya.

Guna memaksimalkan penanganan perkara, Burhanuddin menyampaikan, kejaksaan akan mengintensifkan koordinasi dengan unsur Sentra Gakkumdu lainnya. Harapannya, ada kesepahaman sehingga penanganan perkara tindak pidana pemilu lebih cepat dan tepat guna.