close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi penyidik kejaksaan. /Foto dok. Kejagung
icon caption
Ilustrasi penyidik kejaksaan. /Foto dok. Kejagung
Peristiwa
Rabu, 21 Mei 2025 18:00

Perlukah durasi penyidikan kasus pidana dibatasi?

Ikadin mengusulkan agar durasi penyidikan untuk kasus pidana umum hanya dibatasi dua tahun.
swipe

Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) mengusulkan agar durasi penyidikan untuk tindak pidana umum dibatasi selama dua tahun. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikadin, Rivai Kusumanegara berdalih limitasi dibutuhkan demi memastikan penyelesaian kasus hukum tidak berlarut-larut. 

"Ini kita batasi dua tahun persis seperti di tipikor (tindak pidana korupsi)? Tipikor saja perkara cukup berat. Ini perkara pidana umum, menurut saya, dua tahun cukup adil... Paling tidak ada kepastian (hukum)," kata Rivai dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/5). 

Selain limitasi untuk durasi penyidikan, Ikadin juga meminta agar waktu pemeriksaan pihak-pihak yang berperkara dibatasi hanya 8 jam. Rivai beralasan durasi pemeriksaan yang terlalu lama berdampak buruk terhadap kondisi mental orang yang diperiksa.

Dosen hukum hak asasi manusia (HAM) dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Manunggal Kusuma Wardaya menilai usulan Ikadin terkait durasi pemeriksaan masuk akal. Ia berpendapat durasi pemeriksaan yang terlampau lama bisa menguras stamina, fisik, dan mental seseorang.

"Ketika dia diperiksa keterkaitannya dengan pidana itu kan tentu membuat orang itu dalam kondisi yang takut atau merasa tidak secure. Ini juga salah satu hak-hak yang mestinya dilindungi, baik saat masuk dalam tahap pemeriksaan dalam penyelidikan dan penyidikan. Banyak juga kasus-kasus (terperiksa) yang jatuh sakit, bahkan (menyebabkan) kematian," kata  Manunggal kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu. 

Namun demikian, ia tak sepenuhnya sepakat dengan usulan limitasi terhadap durasi penyidikan perkara pidana. Meskipun asas hukum pidana mengharuskan penyelesaian perkara yang cepat dan murah, pembatasan durasi penyidikan potensial membuka celah permainan kasus hukum. 

"Bisa jadi pembatasan ini justru berdampak buruk. Banyak kasus justru nantinya malah dipermainkan hingga mendekati limit dan akhirnya karena tidak cukup (waktu), kasusnya ditutup," kata Manunggal.

Manunggal berpendapat perlu kajian mendalam untuk menentukan limitasi durasi penyidikan yang ideal. Pasalnya, perjalanan kasus kerap terganjal di berbagai tahapan, mulai dari tahapan penyelidikan dan penyidikan, atau saat dilimpahkan ke kejaksaan. 

"Seperti pengumpulan barang bukti enggak lengkap. Nantinya juga di pengadilan akan mentah karena tidak cukup bukti yang sah dan meyakinkan. Ini memang dilematis," kata Manunggal. 

Pembatasan durasi penyidikan, kata Manunggal, justru akan menyulitkan kasus-kasus hukum yang rumit dan memerlukan waktu tidak sebentar. "Kebenaran materil justru tidak akan bisa didapatkan maksimal kalau dibatasi itu," kata Manunggal. 

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat dalih 'demi kepastian hukum' yang dipakai Ikadin untuk mengusulkan limitasi durasi penyidikan tak kuat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah punya mekanisme praperadilan untuk menganulir proses hukum yang dijalankan tak sesuai aturan. 

Tersangka yang merasa kasusnya "digantung" atau diperlakukan tak adil, menurut Fickar, bisa mengajukan praperadilan di berbagai tahapan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, hingga penetapan tersangka. 

"Jadi, pembatasan (durasi) sebenarnya bisa dengan lembaga praperadilan jika (tersangka) tidak ditahan," kata Fickar kepada Alinea.id, Selasa (20/5).

Namun, Fickar sepakat jika durasi pemeriksaan pihak-pihak yang berperkara dibatasi hanya 8 jam. Menurut dia, pemeriksaan calon tersangka atau saksi kasus pidana di malam hari rawan pelanggaran hukum. 

"Jika melewati jam kerja siang hari, maka pemeriksaan dianggap tidak sah. Ini juga seharusnya menjadi kewenangan lembaga praperadilan. Jika ada tersangka yang diperiksa malam hari, (apalagi ditekan) maka pemeriksaan harus dianggap tidak sah," kata Fickar. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan