DPR pertanyakan Mahkamah Agung soal putusan Baiq Nuril

MA menghukum Baiq Nuril karena dianggap melanggar UU ITE. Padahal, Kemkominfo menyatakan Baiq tak melanggar UU tersebut.

Peserta aksi menunjukkan poster dan kotak donasi pada aksi Tolak Eksekusi Baiq Nuril Maknun di Taman Kamabang Iwak Palembang, Minggu (18/11/2018). Aksi tersebut merupakan keprihatinan atas putusan kasasi Ibu Nuril Maknun korban pelecehan seksual yang diseret ke penjara dan diwajibkan membayar denda pada kasus rekaman suara konten asusila sebagai pelanggaran UU ITE. ANTARA FOTO

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI, Bambang Soesatyo, mempertanyakan kinerja Mahkamah Agung dalam memutus perkara kasus pelecehan seksual yang menimpa guru honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril. 

Diketahui, dalam putusannya MA menjatuhkan hukuman kepada Baiq Nuril karena dianggap melanggar UU ITE. Padahal, kata Bambang, dalam persidangan Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menyatakan bahwa Baiq Nuril tak melanggar UU tersebut.

"Melaporkan tindakan kekerasan seksual yang diterimanya, beliau justru malah dikriminalisasi dengan vonis penjara 6 bulan atau denda Rp 500 juta. Padahal, saksi UU ITE dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan Baiq Nuril tak melanggar UU ITE," kata Bambang melalui keterangan resminya di Jakarta pada Senin, (19/11).

Menurut Bamsoet, dalam memutus perkara yang menjerat Baiq Nuril, hakim seperti kekurangan dasar hokum. Sebab, tak ada UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap perempuan.

Karenanya, untuk mencegah kejadian serupa, Bamsoet mengatakan, DPR dan pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, guna menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.