Efek UU Cipta Kerja dan pemilu di balik PHK massal

Selama Januari hingga November 2023 ada 57.923 karyawan yang terkena PHK.

Ilustrasi karyawan di-PHK./Foto RosZie/Pixabay.com

Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan PT. Hung-A Indonesia mencuat baru-baru ini. Perusahaan produsen ban asal Korea Selatan itu disebut-sebut bakal melakukan PHK sekitar 1.500 pekerjanya. Alasannya, perusahaan yang berlokasi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat itu akan menghentikan operasional mulai Februari 2024. Beredar kabar, perusahaan tersebut berencana meninggalkan Indonesia, dan Vietnam bakal menjadi lokasi baru membangun pabrik.

Gelombang PHK menghantam berbagai industri padat karya dan padat modal di sejumlah daerah. Merujuk data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), selama Januari hingga November 2023 ada 57.923 karyawan yang terkena PHK. Namun, data ini beum mewakii keseluruhan PHK secara nasional. Dari jumlah tersebut, pekerja yang di-PHK terbanyak ada di Jawa Barat, yakni 17.545 orang. Diikuti Jawa Tengah 9.374 orang dan Banten 8.776 orang.

Menurut Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat, banyak perusahaan menggunakan PHK sebagai dalih untuk lepas tanggung jawab menunaikan hak pekerja.

“Semenjak ada undang-undang itu (UU Cipta Kerja), banyak sekali pekerja yang di-PHK tanpa pesangon,” ujar Mirah kepada Alinea.id, Kamis (25/1).

Tak diberikannya pesangon karyawan lantaran UU Cipta Kerja memberi keleluasaan perusahaan menggunakan pasal kerugian sebagai dalih. Kasus PT. Hung-A Indonesia, misalnya.