FSP Farkes desak Kemenkes kaji ulang insentif tenaga kesehatan

KMK tidak mengakomodir pekerja-pekerja di rumah sakit yang bukan tenaga kesehatan.

ilustrasi. Aktivitas tenaga kesehatan. Pixabay.com

Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FSP Farkes) Reformasi mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkaji ulang insentif tenaga kesehatan.

Ketua Umum FSP Farkes Reformasi Idris Idham menilai, Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor 392 Tahun 2020 dan KMK Nomor 278 Tahun 2020 diskriminatif. Misalnya, terkait penerima insentif tenaga kesehatan dalam KMK tersebut. Disebutkan, hanya dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya.

“Dalam KMK tersebut juga dijelaskan bahwa khusus Rumah Sakit Swasta yang mendapatkan insentif, adalah yang menangani langsung pasien Covid-19, yaitu yang ada di zona merah seperti IGD, ruang isolasi Covid-19, HCU/ICU/ICCU,” ujar Idris dalam keterangan tertulis, Jumat (31/7).

Diskriminasi dalam regulasi tersebut terjadi pada sektor pekerja di rumah sakit. KMK tidak mengakomodir pekerja-pekerja di rumah sakit yang bukan tenaga kesehatan. Padahal, di rumah sakit juga ada pekerja administrasi, staff lain, hingga cleaning service.

Di sisi lain, para pekerja nonkesehatan di rumah sakit juga berada dalam zona merah, seperti IGD, ruang isolasi Covid-19. Para pekerja nonkesehatan turut pula memiliki risiko yang sama dengan tenaga kesehatan lain. Ironis, jika mereka tidak menerima apapun setelah bekerja dengan penuh kecemasan dan risiko yang sama dengan tenaga kesehatan lain.