close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sengketa tanah. Alinea.id/Firgie Saputra.
icon caption
Ilustrasi sengketa tanah. Alinea.id/Firgie Saputra.
Peristiwa
Kamis, 17 Juli 2025 07:00

Tanah nganggur dua tahun bisa dicaplok negara, begini aturannya!

Terdapat 1,4 juta hektare area lahan di Indonesia yang berstatus sebagai tanah telantar.
swipe

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengklarifikasi pernyataan sendiri terkait isu tanah telantar yang bisa diambil negara. Menurut Nusron, ketentuan itu hanya berlaku untuk tanah yang berstatus hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB). 

"Ada tahapan administrasi dan surat peringatan berjenjang dengan total durasi proses sekitar 587 hari,” kata Nusron dalam keterangan tertulis diterima wartawan, Rabu (16/7).

Nusron menegaskan ketentuan tersebut tidak berlaku untuk tanah berstatus sertifikat hak milik (SHM), termasuk di antaranya tanah warisan. “Tanah SHM tidak memiliki batas waktu pemanfaatan dan tetap dapat diwariskan antar generasi,” ujar politikus Partai Golkar itu. 

Pernyataan soal tanah telantar selama dua tahun bisa diambil alih negara mulanya diungkapkan Nusron di acara pengukuhan dan rakernas I PB IKA-PMII periode 2025-2030 di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu (13/7). Ketika itu, Nusron menyebut tanah yang sudah disertifikasi dan tidak dimanfaatkan dalam kurun waktu dua tahun bisa diambil negara. 

Namun, prosesnya tak mudah. Proses peringatan kepada pemilik lahan akan dilakukan secara bertahap. Tahapan dimulai dari pemberitahuan awal, lalu surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga.

Jika dalam kurun waktu total 587 hari sejak surat pertama tidak ada perubahan, tanah tersebut akan dikategorikan terlantar. Tanah terlantar bisa didistribusikan pemerintah pusat sebagai objek land reform atau reforma agraria.

“Tiga bulan lagi, masih tidak ada aktivitas, dikasih kesempatan lagi. Tiga bulan lagi, masih tidak ada aktivitas, dikasih waktu enam bulan untuk melakukan perundingan. Masih tidak ada aktivitas lagi, maka pemerintah menetapkan itu menjadi tanah telantar,” ujar Nusron.

Menurut Nusron, saat ini dari total 55,9 juta hektare lahan bersertifikat dan terpetakan. Dari angka itu, terdapat 1,4 juta hektare lahan yang berstatus sebagai tanah terlantar. 

Ilustrasi hukum. Foto Freepik.

Apa dasar hukum pengambilalihan tanah telantar oleh negara?

Perlakuan terhadap tanah telantar diatur dalam sejumlah regulasi, di antaranya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, dan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Terlantar.

Dalam Permen ATR/BPN, tanah terlantar didefinisikan sebagai tanah yang telah diberikan hak atau pengelolaan kepada pihak tertentu, namun tidak digunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dalam jangka waktu tertentu. 

Pemerintah juga menetapkan objek penertiban kawasan telantar yang meliputi kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, kawasan industri, kawasan pariwisata,  kawasan perumahan atau permukiman skala besar, dan 
kawasan lain yang pengusahaan, penggunaan, dan/atau pemanfaatannya didasarkan pada izin, konsesi, perizinan berusaha yang terkait dengan pemanfaatan tanah dan ruang.

Tanah telantar bisa berupa tanah tanah hak milik, HGU, HGB, hak pakai, dan hak pengelolaan (HPL). Pengecualian objek penertiban tanah terlantar diberlakukan atas tanah hak pengelolaan yang mencakup tanah masyarakat hukum adat dan yang jadi aset bank tanah.

Untuk apa tanah telantar diambil negara? 

Kepala Komunikasi Kepresidenan/PCO Hasan Nasbi mengatakan pengambilalihan lahan telantar oleh pemerintah ditujukan supaya tanah itu bisa dimanfaatkan secara maksimal. Di sisi lain, lahan telantar turut berpotensi memunculkan konflik agraria jika dibiarkan menganggur. 

"Bukan tidak mungkin lahan-lahan itu akan diduduki oleh orang lain. Semangat pemerintah adalah supaya tidak ada lahan-lahan yang telantar. Lahan-lahan telantar ini juga bisa menimbulkan konflik agraria," kata Hasan kepada wartawan di Gedung PCO, Jakarta Pusat, Rabu (16/7), seperti dikutip dari Antara

Hasan menegaskan pemerintah tak akan sembarangan mengambil alih tanah yang menjadi hak masyarakat. Ada tahapan-tahapan panjang sebelum sebuah area lahan dikategorikan sebagai tanah telantar. "Ada masa tunggunya sekian tahun. Ada peringatannya," kata dia. 


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan