FSPMI nilai pekerja magang rawan disalahgunakan

Praktik magang lebih buruk daripada buruh outsourcing.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam keterangan resmi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (1/5/2020)/Foto BNPB

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mencanangkan tahun 2021-2022 sebagai The Year of Apprenticeship alias Tahun Magang. Namun, rencana ini ditentang keras oleh buruh. 

Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz, menilai, praktik pemagangan di Indonesia rawan disalahgunakan. Sebab, seringkali dipekerjakan sebagai pegawai pada umumnya. 

Namun, tingkat kesejahteraan peserta magang yang diberikan hanya ala kadarnya. "Dalam ketentuannya, peserta pemagangan hanya mendapatkan uang saku. Tetapi, tak jarang mereka dipekerjakan selayaknya pekerja. Mereka bekerja delapan jam sehari atau 40 jam seminggu, bahkan ada yang diwajibkan untuk ikut lembur," ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (2/7).

Dia melihat, praktik magang lebih buruk daripada outsourcing. Sebab, buruh kontrak masih berhak mendapatkan upah minimum dan jaminan sosial. 

Akan tetapi, untuk pemagangan tidak ada istilah upah. Bahkan, hanya mendapatkan uang saku yang besarnya suka-suka perusahaan.