Hakim diharap kabulkan gugatan warga atas pencemaran udara Jakarta

Pemerintah diharap mau melakukan langkah nyata dan terukur atasi polusi udara Jakarta.

Ilustrasi/Pixabay

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Andri G. Wibisana, berharap majelis hakim pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) memenangkan tuntutan yang diajukan 32 warga  Ibu Kota Jakarta terhadap tujuh lembaga negara. Ia menilai, gugatan warga negara atas pencemaran udara di Jakarta ini bukan hanya pelanggaran kewajiban pemerintah.

“Gugatan ini substansinya bagus sekali, sayang kalau hakim mengabaikan. Terlepas hasilnya seperti apa, gugatan ini memaksa hakim untuk dapat melihat lebih jauh lagi. Bukan hanya tentang kewajiban berdasarkan peraturan PP No.41/1999 beserta turunannya, tetapi lebih penting lagi yakni dalil yang diajukan tentang pelanggaran hak atas lingkungan hidup sebagai hak asasi manusia,” tutur Andri dalam keterangan tertulis, Kamis (6/5).

Majelis hakim, sambungnya, perlu mempertimbangkan pendapat para saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum penggugat. Misalnya, ahli neurologi dari Amerika Serikat, ahli kesehatan publik, ahli pengendalian pencemaran udara, ahli hukum administrasi negara, komisioner Komnas HAM, hingga Amicus Curiae dari pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), David R. Boyd.

“Semoga hakim mau melihat hal substantifnya. Karena sudah ada David Boyd dan saksi-saksi lain. Kalau hakim lebih fokus dengan melihat syarat prosedural gugatan CLS, tentu saya akan kesal kalau seperti itu. Semoga tidak,” ucapnya.

Pemerintah, kata Andri, sesungguhnya telah mengetahui tentang kewajibannya dalam penanganan pencemaran udara. Sebab, tertuang dengan jelas di peraturan pemerintah (PP), peraturan menteri (Permen), hingga peraturan gubernur (Pergub). “Dalam memutuskan gugatan ini, menurut saya, caranya cukup simpel. Ada kewajiban yang ditulis dalam undang-undang. Mulai dari PP, Permen LH sampai Pergub. Nah itu semua sudah dilaksanakan dengan benar atau tidak?” ujar Andri.