Hukuman koruptor dipangkas, ICW layangkan 3 tuntutan

Dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK. Efek jera semakin menjauh dan kinerja penegak hukum sia-sia.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Foto Antara/dokumentasi

Indonesia Corruption Watch atau ICW melayangkan tiga tuntutan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, sikap tersebut tak lepas dari maraknya hukuman koruptor yang dipangkas Mahkamah Agung (MA) di tingkat peninjauan kembali atau PK.

Pertama, Ketua MA Muhammad Syarifuddin diminta mengevaluasi kinerja hakim yang kerap memvonis ringan koruptor. Terbaru, bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum masa kurungannya dipangkas dari 14 tahun menjadi 8 tahun bui.

"Kedua, KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang. Ketiga, Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," ujar Kurnia secara tertulis, Kamis (1/10).

Kurnia menerangkan, putusan PK yang memenggal masa hukuman "tikus berdasi" dianggap telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi. Di sisi lain, imbuhnya, ICW memang sudah meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan rasuah.

"Kesimpulan itu bukan tanpa dasar. Tren vonis yang ditemukan ICW tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara. Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?" urainya.