Ingatan memiliki keluarga dalam pesan ekspresif pemudik

Pesan yang ditempel pada kendaraan yang dipakai mudik merupakan ekspresi bentuk kekerabatan yang erat.

Pesan yang ditempel pada kendaraan yang dipakai mudik merupakan ekspresi bentuk kekerabatan yang erat, terutama dengan orang dan tempat yang berhubungan dengan kelahiran mereka./daulat.com

Perjalanan mudik ke kampung halaman tak hanya dihiasi kemacetan dan rasa suntuk di kendaraan. Beberapa tahun kebelakang ini, sering dijumpai pemudik sepeda motor menempelkan tulisan lucu dan penuh makna di belakang tas atau barang mereka.

Misalkan saja tulisan 'sepurone mak mung iso nggowo parcel, udu nggowo mantu', 'wong tuo ora butuh bendo. Tapi butuh anake teko. Muliho! Sugih kere tetep mulih', atau 'pingin ketemu bapak lan ibu karo bojo sing wis nunggu'.

“Pesan yang ditempel pada kendaraan yang dipakai mudik merupakan ekspresi bentuk kekerabatan yang erat, terutama dengan orang dan tempat yang berhubungan dengan kelahiran mereka,” ucap pakar Komunikasi Universitas Brawijaya, Abdul Wahid, saat dihubungi Alinea, Selasa (12/6).

Mudik, kata Wahid, adalah soal komunikasi yang menandakan bahwa masyarakat memiliki jaringan unik kekerabatan.

Soal jaringan unik kekerabatan ini, antropolog Clifford Geertz pernah mengatakan, manusia memiliki kehidupan sosial, membuat mereka tidak bisa keluar dari jaringan solidaritas sosial yang telah mereka bangun bersama. “Pekerja dengan kategori kelas bawah seperti kuli, buruh pabrik, pedagang keliling, dan pekerja kelas menengah dengan UMR seadanya, mereka semua terlibat  dalam riuh modernitas. Tetapi, relasi asal antara mereka dengan indigenous culture (kebiasaan asal) masih tak bisa dilepaskan,” ujar Wahid.