Ini daftar panjang dampak penambangan dan ekspor pasir laut

KNTI meminta Presiden Jokowi, membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Ilustrasi-ekspor pasir laut. Foto Pixabay

Eksploitasi dalam bentuk penambangan pasir secara ekologi dapat meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai. Juga bisa menurunkan kualitas perairan laut dan pesisir pantai, berpotensi meningkatkan pencemaran pantai, menurunkan kualitas air laut dengan meningkatnya kekeruhan air laut.

Lebih jauh, eksploitasi juga merusak wilayah pemijahan ikan dan nursery ground, merusak ekosistem mangrove, dan mengganggu lahan pertambakan, mengubah pola arus laut yang sudah dipahami secara turun menurun oleh masyarakat pesisir dan nelayan, hingga kerentanan terhadap bencana di perkampungan nelayan.

Menurut Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bidang Advokasi dan Perlindungan Nelayan Misbachul Munir, kerusakan daya dukung ekologi akibat pemanfaatan atau penambangan pasir laut akan mengakibatkan terganggunya ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir. 

"Seperti menurunnya pendapatan nelayan, biaya operasional melaut yang makin mahal, dan larangan akses dan melintas di areal penambangan pasir laut hingga hilangnya lokasi penangkapan ikan bagi nelayan tertentu, seperti nelayan pertorosan atau tadah arus di Surabaya," kata Munir dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat (2/6). 

Padahal, kata dia, dinyatakan tegas dalam Pasal 35 huruf i UU No. 27 Tahun 2007 yang telah diubah melalui UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahwa dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.