sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ekonom melihat Menteri KKP tak konsisten soal sedimentasi pasir laut

Pasir hasil sedimentasi laut adalah logika sumir karena kajian akademiknya dangkal.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Kamis, 15 Jun 2023 10:16 WIB
Ekonom melihat Menteri KKP tak konsisten soal sedimentasi pasir laut

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN VJ Achmad Nur Hidayat menganggap, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tidak konsisten dalam pemikirannya untuk pembenahan tata kelola lingkungan kementeriannya. Hal ini terlihat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR soal aturan PP No.26/2023 terkait pengelolaan hasil sedimentasi pasir laut  justru banyak aksi pengerukan pasir laut ilegal untuk proyek reklamasi. 

Pada kesempatan itu, Sakti Waktu mengatakan, penambangan pasir laut secara ilegal untuk kegiatan reklamasi tidak dapat dijadikan alasan izin ekspor pasir laut menggunakan sedimen laut, justru mereka harus ditangkap dan dihukum berat. Oleh karena itu, melalui penerbitan PP 26/2023 diatur bahwa pengerukan pasir laut kini hanya bisa dilakukan terhadap pasir hasil sedimentasi.

“Ini kok aneh, bukannya mereka ditangkap dan dihukum berat, malah dicarikan solusi dan perlindungan baru melalui PP 26/2023,” katanya dalam keterangan, Kamis (15/6).

CEO Narasi Institute itu menyebut, pasir hasil sedimentasi laut adalah logika sumir karena kajian akademiknya dangkal. Bahkan, ia merasa anggapan bahwa potensi pasir laut sebesar 24 miliar meter kubik adalah hoaks. 

Salah satu alasannya, karena tidak disampaikan lokasi dan kapasitas sedimentasi laut tersebut. Bahkan bila tetap dilakukan maka pengerukan sedimentasi tersebut pun akan merusak lingkungan yang ada disekitarnya.

“Untuk membayangkan seluas apa potensi 24 miliar meter kubik sedimentasi laut untuk reklamasi, publik bisa membandingkan dengan reklamasi teluk Jakarta,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong penerbitan regulasi tata kelola hasil sedimentasi di laut. Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan tingginya permintaan material reklamasi di dalam negeri. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya mengatakan, reklamasi mengandalkan pasir laut yang di beberapa lokasi praktik pengambilannya tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem. Dengan adanya regulasi, kegiatan reklamasi harus menggunakan hasil sedimentasi yang diambil menggunakan alat ramah lingkungan.

Sponsored

"Reklamasi terjadi hampir di seluruh Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah reklamasi yang sekarang ini dari mana bahan untuk reklamasinya? Pulau dihajar. Kita tangkap di Rupat. Kita setop karena pulau yang disedot. Enggak bisa seperti ini, merusak lingkungan," kata dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Senin (12/6).

Sementara, pihaknya menerima banyak keluhan masyarakat, khususnya para nelayan yang terhambat produktivitasnya akibat alur sungai yang mereka lintasi mengalami pendangkalan imbas sedimentasi.

Maka dari itu, ia merasa penting sekali untuk ada kolaborasi para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan tata kelola hasil sedimentasi di laut. Kerja kolaboratif untuk menjamin pengelolaan hasil sedimentasi di laut mengutamakan kepentingan ekologi sehingga tidak berdampak negatif bagi ekosistem.

"Di PP itu dikatakan betul, untuk menentukan apakah dia (material) sedimentasi, harus ada Tim Kajian. Dibentuk dulu. Siapa isinya? KKP sendiri, Kementerian ESDM, KLHK, perguruan tinggi, Pushidrosal, Kementerian Perhubungan, pemda, lembaga lingkungan, kumpul, ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, bekerjalah mereka," ungkap Trenggono.

Pembentukan Tim Kajian tertuang dalam Pasal 5 Bab Perencanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Tim ini bertugas menyusun dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang berisikan sebaran lokasi prioritas, jenis mineral, dan volume hasil sedimentasi.

Berita Lainnya
×
tekid