Kecamuk tuberkolosis di balik layar Covid-19

Kualitas lacak kontak dan perawatan pasien tuberkolosis menurun sepanjang pandemi Covid-19.

Ilustrasi penyakit tuberkolosis (TB). Alinea.id/Oky Diaz

Penyakit tuberkulosis (TB) yang diidap Rizka tiba-tiba memburuk pada dini hari di pertengahan Januari itu. Paru-parunya sesak luar biasa. Padahal, tak ada tabung oksigen darurat di kediamannya di kawasan Cakung, Jakarta Timur hari itu. 

Panik, orang tua Rizka segera menghubungi Washadi, 45 tahun. Kepada pendamping pasien TB dari Pejuang Tangguh (Peta) TB-resisten obat (RO) DKI Jakarta itu, mereka meminta dicarikan kamar perawatan di rumah sakit rujukan penyakit TB. 

Washadi kemudian segera berkoordinasi dengan tim manajemen kasus di kantornya. Tim itu meminta Washadi merujuk Rizka ke Rumah Sakit Islam (RSI) Jakarta Cempaka Putih. 

Rizka pun dibawa ke rumah sakit itu. Nahas, semua kamar isolasi sedang penuh. Sembari menunggu, pasien TB yang baru berusia 26 tahun kemudian dirawat di instalasi gawat darurat (IGD). 

"Setelah di IGD, habis subuh saya dapat kabar. Dia (Rizka) sudah enggak ada (meninggal),” kata Borki, sapaan akrab Washadi, saat berbincang dengan Alinea.id melalui sambungan telepon, Kamis (6/5).