close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sloth atau kukang. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi sloth atau kukang. /Foto Unsplash
Peristiwa
Senin, 25 Agustus 2025 15:00

Oropouche: “Demam Kukang” yang menyebar ke luar Amazon, kini jadi sorotan dunia

Tahun lalu, untuk pertama kalinya, Oropouche merenggut korban jiwa. Virus ini kini menyebar ke luar Amazon. Indonesia aman?
swipe

Hingga beberapa tahun lalu, Oropouche hanyalah nama penyakit tropis yang nyaris tak terdengar di luar hutan Amazon. Kasusnya pun terbilang sedikit: sebelum 2023, hanya ratusan kasus per tahun, sebagian besar di pedalaman Amerika Selatan. 

Namun, keadaan berubah drastis. Virus itu bermutasi, menjangkiti ribuan orang di berbagai negara yang sebelumnya tak pernah mencatat kasus serupa. Tahun lalu, untuk pertama kalinya, Oropouche merenggut korban jiwa: dua perempuan muda yang sebelumnya sehat.

Meski kematian tetap jarang, lonjakan kasus kembali terjadi. Di Amerika Serikat, jumlahnya masih rendah—baru satu kasus terkonfirmasi tahun ini—namun tren di belahan Barat dinilai cukup signifikan untuk membuat para ilmuwan waspada. Data Pan American Health Organization (PAHO) mencatat, sepanjang 2025 ada lebih dari 12.000 kasus terkonfirmasi di 11 negara. Inggris bahkan melaporkan kasus pertamanya.

“Angka sebenarnya bisa lebih tinggi. Kita tidak tahu berapa banyak yang tanpa gejala," kata William de Souza, virolog di Kentucky College of Medicine, seperti dikutip dari National Geographic, Senin (25/8). 

Oropouche pertama kali diidentifikasi pada 1955. Virus ini dibawa oleh serangga kecil bernama biting midge (Culicoides paraensis), hewan pengisap darah yang hidup di banyak penjuru dunia, terutama di daerah pedesaan. 

Ukurannya sangat kecil—sekitar seperdelapan inci—hingga dijuluki “no-see-ums” alias “tak kelihatan.” Bekas gigitannya meninggalkan bentol merah kecil, sering tak disadari korban. “Kadang mereka menggigit tanpa kita tahu. Gerakannya terlalu cepat,” kata de Souza.

Di habitat aslinya, midges ini menularkan Oropouche di antara primata, burung, hingga mamalia seperti kukang berleher pucat (Bradypus tridactylus). Karena itu, penyakit ini juga dijuluki “sloth fever” atau “demam kukang.” Kini, dengan penyebaran yang menembus batas hutan hujan, para ilmuwan mempelajari kemungkinan vektor lain.

CDC (Centers for Disease Control and Prevention) meneliti potensi nyamuk sebagai pembawa. Dugaan lama menyebut nyamuk bisa ikut menyebarkan, tetapi riset terkini menilai kemampuannya rendah. Virus ini juga pernah terdeteksi pada cairan semen, namun belum ada bukti penularan seksual. Untuk saat ini, midges tetap jadi kekhawatiran utama.

Mengapa virus ini keluar dari Amazon? Jawabannya ada di persimpangan sains, lingkungan, dan perjalanan manusia. Beberapa faktor diduga memicu ekspansi ini. Pertama, mutasi. Varian terbaru Oropouche lebih cepat menginfeksi sel dan tampaknya mampu mengelabui antibodi penetral dalam tubuh. “Artinya, orang yang pernah terinfeksi di Amazon bisa rentan tertular lagi,” jelas de Souza.

Deforestasi juga punya peran besar. Perambahan hutan mendorong satwa liar—termasuk midges—lebih dekat dengan pemukiman. “Midges butuh darah,” kata de Souza. “Kalau hewan berkurang, mereka mencari manusia.”

Iklim yang memanas memperluas wilayah jelajah serangga. Suhu tinggi dan curah hujan berlebih menciptakan tempat berkembang biak baru, termasuk di area urban yang sebelumnya relatif aman. 

Ditambah mobilitas manusia yang tinggi, virus pun mudah menumpang perjalanan: seorang pelancong bisa membawa virus tanpa sadar, dan bila ia berada di daerah dengan midges, siklus penularan lokal pun dimulai.

Siapa yang paling berisiko?

Sejak wabah 2023, Florida menjadi episentrum kasus Oropouche di Amerika Serikat. Tahun lalu, dari 108 kasus, 103 berasal dari negara bagian ini. Namun, menurut  epidemiolog di Divisi Penyakit yang Ditularkan Vektor, CDC Sarah Guagliardo, tak ada bukti penularan lokal. 

“Mayoritas kasus terkait riwayat perjalanan ke Kuba. Kuba waktu itu mengalami wabah besar, lalu pelancong pulang ke Florida membawa virus,” jelas Guagliardo. 

Kasus di Inggris tahun ini juga terkait perjalanan ke Brasil. Meski Florida beriklim lembap dan kaya serangga pengisap darah, midges di sana sejauh ini belum memulai siklus penularan. Pencegahan pun jadi kunci: hindari gigitan serangga dengan pakaian panjang, repelan yang terdaftar di EPA, atau jaring pelindung (ingat, midges lebih kecil dari nyamuk, jadi pilih jaring yang rapat).

Gejala dan penanganan “demam kukang”

Oropouche jarang mematikan dan biasanya tak menimbulkan masalah jangka panjang. Gejalanya mirip flu tropis: demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot dan sendi. 

Namun, ada catatan penting: wabah 2024 di Brasil mencatat kematian pertama, termasuk kematian janin dan cacat lahir pada bayi dari ibu yang terinfeksi. Beberapa kasus langka melibatkan komplikasi saraf serius seperti meningitis dan ensefalitis.

Belum ada obat khusus atau vaksin. CDC menganjurkan penderita segera memeriksakan diri bila muncul gejala, terutama setelah bepergian ke daerah endemis. Masa sakit biasanya berlangsung sekitar seminggu, dan penularan bisa terjadi beberapa hari setelahnya.

“Perawatan yang direkomendasikan lebih bersifat suportif: istirahat, banyak minum, obat bebas seperti parasetamol untuk meredakan demam dan nyeri,” kata Guagliardo. “Karena itu, pencegahan lewat menghindari gigitan serangga tetap jadi strategi terbaik.”

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan