Kejagung kebut pembentukan Badan Pemulihan Aset, apa urgensinya?

Tugas kejaksaan dalam melakukan pemulihan aset kini secara eksplisit tertuang dalam Pasal 30A UU 11/2021.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengebut pembentukan Badan Pemulihan Aset. Google Maps/Sigit Dwihartoono

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mematangkan pembentukan Badan Pemulihan Aset, peningkatan dari organ yang ada sebelumnya: Pusat Pemulihan Aset (PPA). Karenanya, Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, kembali mengadakan pertemuan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, Kamis (23/11).

Keduanya juga sempat bertemu dan membahas isu sama pada 27 Oktober 2023. Seperti sebelumnya, pembahasan menyangkut hal-hal teknis yang diperlukan dalam pembentukan Badan Pemulihan Aset, seperti organisasi dan tata laksana (ortala).

Menurut Anas, keberadaan Badan Pemulihan Aset penting lantaran banyak barang bukti hasil pidana yang ditangani kejaksaan. Namun, kerap terkendala dengan panjangnya birokrasi.

"Banyak sekali aset yang sudah menjadi barang bukti susah tertangani karena begitu banyaknya dan berada di banyak tempat. Dengan ini [Badan Pemulihan Aset], tentu akan menyelamatkan jadi barang bukti aset yang telah disita," tuturnya.

Kehadiran Badan Pemulihan Aset juga dimandatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Secara eksplisit tugas-tugas melakukan penelusuran, perampasan, hingga pengembalian aset hasil pidana dan lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak kini tertuang di dalam Pasal 30A.