Kejagung setop 3.121 perkara pidana umum dengan restorative justice sejak 2020

Pelaksanaan keadilan restoratif diatur dalam Peraturan Kejaksaan 15/2020, yang merujuk UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyetop 3.121 perkara pidana umum dengan pendekatan restorative justice per 2020. Alinea.id/Immanuel Christian

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyetop 3.121 penanganan perkara pidana umum dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) sepanjang 22 Juli 2020-11 Juli 2023. Ini sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.

"Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materiel dan hukum formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restoratif," kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Fadil Zumhana, dalam keterangannya, Sabtu (22/7).

Ia menyampaikan, konsep keadilan restoratif merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Tujuannya, memberikan penerapan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan dengan memberikan ruang serta kesempatan kepada pelaku agar memulihkan hubungan dan memperbaiki kesalahan terhadap korban di luar pengadilan.

Menurutnya, penerapan keadilan restoratif mendorong jaksa mengedepankan nuraninya dalam menangani sebuah perkara, terutama yang menyangkut masyarakat kecil karena kesulitan mengakses keadilan hukum. "Kejaksaan akan menghadirkan keadilan hukum yang membawa manfaat dan sekaligus kepastian hukum untuk semua pihak."

Fadil berpendapat, penerapan keadilan restoratif adalah sebuah kebutuhan hukum masyarakat secara global. Namun, hanya kejaksaan yang memiliki kewenangan ini lantaran memiliki asas dominus litis atau hak melakukan penuntutan.