sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengurus parpol dilarang jadi jaksa agung, tepatkah?

Sekjen NasDem keberatan dengan putusan itu karena dinilai tidak relevan.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Selasa, 05 Mar 2024 21:21 WIB
Pengurus parpol dilarang jadi jaksa agung, tepatkah?

Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, menolak mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pengurus partai politik (parpol) dilarang menahkodai "Korps Adhyaksa". Alasannya, permohonan uji materi tersebut bukan ia yang mengajukannya.

"Aku enggak komentar dulu," ucapnya, Selasa (5/3). "Bukan Aku yang ngajuin, lo! Bukan kejaksaan yang ngajuin."

Gugatan tersebut diajukan jaksa Jovi Andrea Bachtiar. Dalam permohonannya, ia meminta MK melarang anggota parpol menjadi jaksa agung karena dikhawatirkan merusak independensi kejaksaan secara inkonstitusional, utamanya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 

Namun, MK memutuskan pelarangan hanya bagi pengurus parpol. Alasannya, seorang pengurus parpol memiliki keterikatan kuat dengan partainya, sedangkan seorang anggota parpol bisa saja memanfaatkan partainya sebagai "kendaraan" untuk mencapai tujuan politiknya.

Kendati begitu, MK memberikan kesempatan bagi eks pengurus parpol untuk menjadi jaksa agung jika sudah mengundurkan diri atau berhenti minimal 5 tahun. Gugatan ini terdaftar dalam Perkara Nomor 6/PUU-XXII/2024.

Keberatan Partai NasDem

Sementara itu, Partai NasDem keberatan dengan putusan MK. Bagi Sekretaris Jenderal NasDem, Hermawi Taslim, larangan tersebut kian tidak relevan.

"Kalau jadi anggota parpol dilarang menjadi jaksa agung dengan alasan conflict of interest, bagaimana dengan bidang lain?" tanya dia.

Sponsored

Ia lantas mengutip UUD 1945, di mana semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Pun demikian menyangkut pengadian pada bangsa dan negara.

Hermawi berpendapat, putusan itu mengesankan MK ragu pada profesionalisme anggota parpol. Padahal, publik kian serius mengawasi kinerja lembaga negara.

"Publik sekarang terbuka, netizen kritis. Menurut saya, pelarangan dan hambatan ini tidak perlu dilakukan," kilahnya.

Meskipun demikian, ia menegaskan, NasDem menghormati putusan tersebut. Hermawi pun mengajak masyarakat dan semua pihak mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan putusan MK itu.

Terpisah, pengamat hukum tata negara Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, tidak heran dengan komentar NasDem atas putusan MK tersebut. "Orang partai pasti ngomong begitu," ujarnya kepada Alinea.id.

Castro, sapaannya, justru mendukung putusan ini bahkan dianggap tepat. Baginya, "Anasir politik harus dijauhkan dari kejaksaan sekaligus untuk menghindari konflik kepentingan antara jaksa agung dengan genealogi kekuasaan."

Ia melanjutkan, ada beberapa risiko yang akan dihadapi kejaksaan ketika dipimpin politikus. Intervensi kasus, misalnya.

"[Kewenangan] bisa digunakan [untuk] menggebuk lawan politik kalau genealogi politiknya dari parpol," terangnya.

"Karena ini domain hukum, ya, tidak boleh dipimpin orang politik. Mesti ada masa jeda atau cooling down," imbuh Castro.

Berita Lainnya
×
tekid