Kejaksaan hentikan 15 perkara berdasarkan restorative justice

Tersangka dan korban sudah saling memaafkan dan perkara diselesaikan berdasarkan restorative justice.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan. Dok Kejagung.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, menghentikan 15 perkara berdasarkan keadilan restoratif. Penghentian terjadi setelah gelar perkara dilakukan. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, alasan pemberian penghentian karena para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah dihukum. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. 

"Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya," kata Ketut dalam keterangan, Selasa (22/3). 

Ketut menyampaikan, pihaknya telah melaksanakan proses perdamaian yang membuat para tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan maafnya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. 

Tersangka dan korban, kata Ketut, setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis juga menjadi alasan dari kejaksaan.