Covid-19 bisa membuat kemiskinan membengkak jadi 33,24 juta

Tatkala berperang melawan Covid-19, Indonesia dihadapkan pada masalah ekonomi, sosial, dan kesehatan secara bersamaan.

Warga beraktivitas di permukiman bantaran sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Rabu (15/4/2020). Foto Antara/M Risyal Hidayat/foc.

Krisis berulangkali menimpa Indonesia. Sempat terhuyung-huyung, negeri ini kembali tegak ke jalur pemulihan. Akan tetapi situasi yang dihadapi Indonesia kala menghadapi pandemi Covid-19 saat ini lebih kompleks. Juga lebih rumit apabila dibandingkan dengan saat krisis ekonomi 2008 atau 1997-1998.

Pada 2008, problem bersumber dari sektor keuangan. Sedangkan krisis 1997-1998 bermula dari sektor perbankan yang kemudian menjalar menjadi krisis multidimensi. Sekarang, tatkala berperang melawan Covid-19, Indonesia dihadapkan pada masalah ekonomi, sosial, dan kesehatan secara bersamaan.

Bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang terancam, pengangguran dan kemiskinan juga bisa membengkak. Dalam skenario terburuk, pukulan pandemi Covid-19 terhadap kondisi ekonomi bisa menambah jumlah orang miskin baru sebanyak 8,5 juta jiwa. Jumlah ini setara seperempat lebih penduduk Malaysia.

Perkiraan itu terekam dalam riset terbaru SMERU Research Institute yang dipaparkan secara daring, Selasa (21/4) kemarin. Ada tiga skenario yang dibuat. Riset SMERU memprediksi lonjakan angka kemiskinan berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi: ringan, moderat, dan berat.

Dalam skenario paling ringan, yakni pertumbuhan ekonomi 4,2%, angka kemiskinan diperkirakan naik menjadi 9,7% atau bertambah 1,3 juta orang. Pada skenario moderat, jika perekonomian tumbuh 2,1%, jumlah orang miskin bertambah 3,9 juta orang. Adapun dalam skenario terburuk, yakni pertumbuhan ekonomi hanya 1%, penduduk miskin bertambah 12,4% atau setara 8,45 juta orang.

“Pandemi Covid-19 akan menghapus kemajuan dalam mengurangi kemiskinan dalam satu dekade,” kata peneliti SMERU Research Institute Asep Suryahadi dalam diskusi daring, Selasa (21/4) kemarin.

Berdasarkan data Angka Kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) yang sudah dikalkulasi silang dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, jumlah orang miskin di Indonesia per September 2019 sebanyak 24,79 juta jiwa atau 9,22%. Prestasi angka kemiskinan di bawah satu digit ini dicapai sejak 2018.

Tambahan orang miskin versi Menkeu

Angka kemiskinan bakal meningkat juga diyakini oleh pemerintah. Ini terjadi seiring laju perekonomian yang diramalkan bakal sulit pada tahun ini akibat Covid-19.

“Angka kemiskinan kita mungkin akan meningkat,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam telekonferensi, Selasa (14/4).

Sri Mulyani menyebut, sebanyak 1,1 juta orang berpotensi menjadi miskin. Bahkan, angka itu bisa naik lebih banyak lagi jika kondisi kian memburuk. “Dalam skenario berat, (angka kemiskinan) bisa naik 1,1 juta orang atau dalam skenario lebih berat kita akan 3,78 juta orang,” kata dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, tingkat pendapatan domestik bruto (PDB) terancam menurun signifikan. “Untuk GDP saat ini (kita) mengestimasi dalam kondisi berat dan sangat berat. Base line kita di 5,3% akan mengalami tekanan akan turun pada level di 2,3%. Bahkan dalam situasi sangat berat mungkin menurun sampai negatif growth,” kata dia.


Menurut Sri Mulyani, hal ini pasti akan berdampak pada aspek sosial dan pembangunan di Indonesia. Pada akhirnya, angka kemiskinan juga akan meningkat.

BLT buat yang rentan miskin

Jumlah penduduk miskin selalu meningkat setiap krisis terjadi. Namun, kata Asep, risiko lonjakan penduduk miskin akibat Covid-19 akan jauh lebih tinggi. Ia menyarankan, perlindungan sosial jangan hanya untuk penduduk yang sudah miskin, tetapi juga menyasar penduduk yang rentan miskin.

Mereka ini, kata Asep, adalah penduduk kelas menengah bawah. Semula, mereka tidak termasuk dalam golongan orang miskin. Makanya, mereka tidak menjadi sasaran program antikemiskinan. Posisi mereka hanya sedikit di atas garis kemiskinan. Ketika ada krisis, mereka jatuh menjadi orang miskin baru.