Kenapa tak ada learning loss di Bukittinggi?

Berbeda dengan lazimnya yang terjadi di seluruh Indonesia, kemampuan belajar siswa di Bukittinggi relatif tak terdisrupsi pandemi.

Ilustrasi pembelajaran jarak jauh. Alinea.id/Firgie Saputra

Sisselynia Sania, 37 tahun, seolah tak pernah bisa mencopot "pakaian dinasnya." Rampung menuntaskan pekerjaannya sebagai guru di sebuah sekolah luar biasa (SLB), Sania melanjutkan tugasnya mendidik anak-anak di rumah. Sepanjang pandemi, rutinitas itu dilakoni perempuan yang tinggal di Ampek Angkek, Bukittinggi, Sumatera Barat, itu. 

"Saya akui agak sulit peran saya. Anak saya mesti didampingi sementara saya juga harus bekerja untuk memberikan (materi bagi) siswa saya di sekolah. Tapi, saya semaksimal mungkin akan mendampingi anak saya ketika ada tugas," ucap Sania saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (5/1). 

Sania punya dua anak yang mesti didampingi di rumah. Yang satu masih duduk di bangku kelas 2 SD, lainnya sudah duduk di kelas 5 SD. Yang paling kecil terutama paling sulit dibujuk untuk berhenti bermain dan menyisihkan waktu untuk belajar. 

"Kalau untuk anak saya yang kecil memang kerja keras. Tapi, untuk yang kelas 5 agak mending. Gurunya juga rutin untuk memberi materi saat pembelajaran jarak jauh. Kalau anak saya yang kelas 5, biasanya untuk soal Matematika saja itu dia minta didampingi," tutur Sania.

Pemerintah memang memberlakukan PJJ sebagai metode belajar-mengajar selama pandemi Covid-19 berlangsung. Baru setelah jumlah kasus positif Covid-19 menurun signifikan pada akhir 2021 dan awal 2022, sekolah tatap muka kembali diberlakukan sepenuhnya di sejumlah daerah.