Kerugian korban gempa tsunami Sulawesi Tengah diproyeksi Rp15 triliun

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menaksir kerugian yang diakibatkan oleh gempa, tsunami dan likuifaksi mencapai Rp15,29 trilliun

Helikopter Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyemprotkan cairan desinfektan melalui udara dengan metode water bombing di titik lokasi gempa likuifaksi, Balaroa dan Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (18/10/2018). Penyemprotan cairan desinfektan tersebut merupakan bagian dari tanggap darurat bertujuan membunuh kuman dan bakteri serta mengantisipasi vektor penyakit diare juga kolera yang bisa menjangkiti warga pengungsi pascagempa dan tsunami yang menewaskan 2.103 orang di sebagian wilayah Sulteng pada

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menaksir kerugian yang diakibatkan oleh gempa, tsunami dan likuifaksi mencapai Rp15,29 trilliun. Total angka kerugian ini merupakan akumulasi dari kerugian tersebar di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Mouton, Sulawesi Tengah.

“Dari empat kabupaten kota memang paling banyak adalah di Palu yaitu 50%, Rp7,6 triliun. Di Donggala kerugian Rp2,1 trilliun atau 13,8%. Sedangkan di Sigi Rp4,9 trilliun atau 32,1%. Sedangkan di Parigi Mouton Rp631 miliar atau 4,1%,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Jumat (26/10).

Sutopo menerangkan, kerugian terbesar yang dialami oleh Kota Palu disebabkan karena Palu memiliki aset-aset ekonomi yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Sehingga, wajar jika Palu mesti menanggung kerugian paling besar.

Namun, jelas Sutopo, pemerintah akan segera memperbaiki situasi kerugian ini melalui masa rehabilitasi dan rekonstruksi.

“Oleh karena itu, kita memerlukan waktu untuk membangun lagi yang lebih baik. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Palu. Tentu dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Dimana pemerintah pusat akan mengguyurkan triliunan rupiah, pasti pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat,” imbuh Sutopo.