Kisah mereka yang hidup "sengsara" bersama long Covid

Gejala-gejala kronis Covid-19 bertahan di sebagian kecil pasien yang telah dinyatakan bebas dari SARS-Cov-2.

Ilustrasi pasien long Covid-19. Alinea.id/Oky Diaz

Dinyatakan negatif sejak Februari 2021, Puteri Dewin tak kunjung terbebas dari gejala Covid-19. Meski tak lagi demam dan flu, kondisi tubuh Puteri tak kunjung membaik. Nyeri otot, kelelahan ekstrem, dan gejala-gejala klasik Covid-19 lainnya kerap membekap tubuh perempuan berusia 27 tahun itu. 

"Awal-awal sembuh dari Covid-19, saya ngos-ngosan dan tangan tremor. Kemudian suka cemas, lalu otot jadi kaku. Otot-otot saya terasa kaku dari pundak sampai ke belakang leher. Bahkan, pernah tengkuk saya tidak bisa digerakkan untuk nengok," kata Puteri kepada Alinea.id, Selasa (20/7). 

Puteri dinyatakan positif Covid-19 pada 28 Desember 2020. Sebelum dicatat bebas dari SARS-Cov-2, ia sempat menjalani isolasi di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat dan isolasi mandiri di rumahnya di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 

Meski telah negatif, Puteri merasa tubuhnya tak pernah kembali pulih seperti sedia kala. Selain fisiknya yang kepayahan saat menjalani aktivitas sehari-hari yang tergolong ringan, ia juga sering dilanda perasaan cemas yang datang dengan tiba-tiba.

Merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya, Puteri pun berkonsultasi dengan psikiater dan dokter syaraf. Keduanya mengeluarkan diagnosa serupa: Puteri kemungkinan mengidap long term Covid atau long Covid. Itu kondisi ketika gejala-gejala Covid-19 bisa bertahan hingga lebih dari 12 pekan pada tubuh seorang pasien.