Klaster ketenagakerjaan harus dihapus dari RUU Cipker

Obon Tabroni: Penyusunan RUU Cipker tidak boleh sembrono dan terburu-buru.

Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam gerakan Rakyat Jawa Tengah Melawan (RAJAM) berunjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di depan Gedung DPRD Jateng di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/3).ANTARA FOTO/Aji Styawan/ama.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Cipker) lebih banyak mudaratnya. Anggota Komisi IX DPR, Obon Tabroni meminta, agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan atau dihapus dari regulasi tersebut.

Politikus Partai Gerindra itu melihat, selain berdampak pada buruh, RUU tersebut juga akan berimbas pada sektor perekonomian, apalagi pasca munculnya pandemi Covid-19.

Obon mengatakan, setelah Covid-19 tatatanan dan struktur ekonomi global pasti berubah. Jangan sampai ketika RUU Cipker disahkan, dalam proses implementasinya malah tidak bisa menjawab tantangan ke depan.

"Omnibus law, kan, dipersiapkan sebelum Covid-19. Artinya, tidak memperhitungkan perubahan tatanan global pasca pandemi coronavirus ini usai," ungkap Obon, lewat keterangan tertulisnya, Kamis (23/4).

Selain itu, pembahasan RUU Cipker dinilai akan berdampak pada lebih dari 50 juta pekerja formal. Obon menegaskan, sejatinya penyusunan RUU Cipker tidak boleh sembrono dan terburu-buru.