KLHK persoalkan metodologi pengukuran kondisi udara di Jakarta

Di mana menurut Kementerian KLHK, untuk memasang alat uji sensor kualitas udara ada persyaratannya.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro. Foto YouTube Kementerian KLHK

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, sebenarnya mulai dari 2018 hingga 2023, kondisi udara di Jakarta, lebih banyak di antara baik dan sedang.

"Bahkan pada waktu Covid dan pra-Covid, udaranya lebih banyak udaranya dalam kondisi baik. Dan memang kita akui, terjadi peningkatan di beberapa waktu terakhir ini. Sebetulnya faktor debu memberikan korelasi dan kontribusi terhadap indeks kualitas udara di Jakarta," papar dia dalam keterangan resminya yang dipantau online, Minggu (13/8).

Namun begitu, dia menyarankan, agar semua pihak juga melihat sumber informasi dari pihak lain mengenai situasi udara kota Jakarta. Sehingga dapat meluruskan framming bahwa Jakarta itu nomor satu terpolusi di dunia.

Dia juga mempersoalkan metodologi dalam pengukuran kondisi udara di Jakarta. Di mana menurutnya, untuk memasang alat uji sensor kualitas udara ada persyaratannya. Antara lain, tidak boleh terpengaruh oleh gedung-gedung dan tidak berpengaruh oleh pohon. Sehingga menggambarkan udara ambien.

"Kalau kita lihat, sensor-sensor yang dipasang itu tidak menggambarkan kodisi udara ambien. tetapi justru menggambarkan kondisi udara di satu tempat itu," ucap dia.