Penerapan langkah-langkah pengendalian polusi udara yang kuat penting bagi negara-negara di Asia Tenggara untuk mencegah 36.000 kematian dini terkait ozon setiap tahun pada 2050. Temuan itu berdasarkan penelitian dari para ilmuwan di Nanyang Techlonogical University (NTU) Singapura, Earth Observatory of Singapore (EOS), Asian School of the Environment (ASE), dan Lee Kong Chian School of Medicine (LKCMedicine), yang diterbitkan di jurnal Environment International (Maret, 2025) berjudul “Response of ozone to current and future emission scenarios and the resultant human health impact in Southeast Asia.”
Ozon merupakan molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen. Ozon terdapat di atmosfer Bumi, baik stratosfer (lapisan ozon yang melindungi dari radiasi ultraviolet) maupun troposfer (sebagai polutan udara). Ozon di troposfer bisa membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Ozon tersebut merupakan polutan berbahaya yang terkait dengan penyakit pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan kematian dini.
Ozon itu merupakan polutan udara utama yang terbentuk ketika nitrogen oksida (NOx) dan senyawa organik volatil (VOC) bereaksi di bawah sinar matahari. Di lingkungan perkotaan, sumber utama emisi dari kendaraan bermotor, proses industri, dan pembangkit listrik menyumbang sebagian besar polusi NOx, sedangkan VOC terdapat dalam produk sehari-hari, seperti cat, pernis, atau produk pembersih.
Mengacu pada data polusi dari basis data internasional yang mencatat sumber emisi, tim peneliti NTU menggunakan model atmosfer terperinci untuk memahami bagaimana konsentrasi ozon bisa berubah dalam berbagai skenario polusi pada 2050.
Para peneliti kemudian memperkirakan jumlah potensial kematian dini akibat paparan ozon berkepanjangan dengan menggabungkan tingkat polusi dan model risiko kesehatan, data populasi, serta tingkat kematian akibat penyakit.
Berdasarkan riset, mereka memprediksi pada 2050 kematian tahunan terkait ozon di Asia Tenggara dapat turun hingga 22.000 karena adanya rencana pengurangan NOx dari pembangkit listrik, pabrik, dan transportasi terutama di indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand.
NOx adalah istilah umum yang merujuk pada keluarga senyawa kimia, yang paling utama nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2), yang merupakan pencemar udara. NOx terbentuk dari mesin kendaraan dan pembangkit listrik.
Dilansir dari Science Daily, jika negara-negara di Asia tenggara menjadi lebih hijau dan mengikuti skenario langkah-langkah pengurangan emisi yang ketat, maka bisa menghindari 36.000 kematian dini terkait ozon setiap tahun pada 2050. Sebaliknya, jika emisi tinggi di mana konsumsi bahan bakar fosil terus meningkat, maka kematian dini terkait ozon tahunan bisa meningkat 33.000 per tahun pada 2050.
Studi ini mengungkap, di pusat kota besar seperti Singapura, Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Ho Chi Minh City, kadar ozon dipengaruhi oleh NOx dan VOC. Sebaliknya, di daerah perdesaan dan pesisir seperti Kalimantan dan Selat Malaka, pembentukan ozon lebih dipengaruhi kadar NOx.
“Pengurangan ozon tidaklah mudah karena memerlukan pengaturan yang cermat terhadap prekursornya—nitrogen oksida dan senyawa organik ayng mudah menguap—daripada penghilangan langsung dari atmosfer. Kondisi tropis di Asia Tenggara juga membuat pembentukan ozon berbeda dari yang terjadi di bagian lain dunia,” kata Direktur Centre for Climate Change and Environmental Health (CCEH) NTU yang juga penulis studi, Steve Hung Lam Yim.
Para peneliti percaya, pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana ozon terbentuk dan dikendalikan di Asia Tenggara akan memungkinkan apra pembuat kebijakan untuk mengembangkan strategi pengurangan polusi udara yang lebih terarah dan efektif.
“Penelitian ini menegaskan peran penting manajemen kualitas udara dalam melindungi kesehatan masyarakat. Hubungan antara paparan ozon dan penyakit pernapasan sudah diketahui dengan baik, dan temuan kami menawarkan bukti kuat untuk menginformasikan keputusan kebijakan yang akan melindungi kesejahteraan jutaan orang di seluruh Asia Tenggara,” ujar Dekan LKCMedicine yang juga penulis studi, Joseph Sung.