KMMSAJ tolak opsi Pemrov DKI Jakarta atas swastanisasi air

Kuasa hukum KMMSAJ menuturkan, terdapat lima opsi yang ditawarkan Pemrov DKI Jakarta, salah satunya terminasi kontrak.

Konfrensi Pers di Gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Minggu (27/1). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menolak opsi yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta dalam mengembalikan pengelolaan air dari pihak swasta, dalam hal ini adalah Palyja dan Aetra ke Pemprov DKI Jakarta. Pasalnya, opsi tersebut dianggap malah menguntungkan pihak swasta.

Pengacara KMMSAJ Jakarta, Tommy Albert mengatakan, dari informasi yang didapat timnya, Pemprov DKI Jakarta akan memberikan lima opsi kepada pihak swasta dalam proses pengembalian pengelolaan air, yang kesemuanya dapat merugikan keuangan negara.

"Kelima opsi yang disodorkan oleh tim evaluasi Tata Kelola Air Minum itu: 1) Terminasi Kontrak, 2) Pembelian saham Palyja dan Aetra, 3) Menunggu hingga perjanjian kerja sama berakhir, 4) Renegosiasi Kontrak, dan 5) Privatisasi PAM dan memberikan saham PAM Jaya kepada Palyja dan Aetra. Awalnya kami senang dengan komitmen Gubernur Anies Baswedan yang ingin mengembalikan pengelolaan air ke pemerintah, tapi kalau opsinya seperti ini bisa merugikan negara," ungkapnya dalam Konfrensi Pers di Gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Minggu (27/1).

Tommy menilai, opsi tersebut dapat menimbulkan kerugian negara, lantaran pada opsi 2 dan 3 negara diposisikan sebagai pihak pembeli saham dari aset miliknya sendiri. Selain itu, langkah tersebut juga dipandang oleh Tommy dapat melanggengkan pihak swasta untuk kembali menguasai air Jakarta tanpa memikirkan kebutuhan air masyarakat bawah.

"Sehingga masyarakat bawah itu tak mendapatkan hak air, yang jelas-jelas itu terpatri dalam Pasal 33 undang-undang 1945, bahwa air bumi dan seisinya milik negara dan untuk kemaslahatan orang banyak. Jika diswastanisasi, sudah jelas itu untuk kepentingan profit, dan akhirnya rakyat tak mendapatkan haknya," paparnya.