Komisi VIII DPR sesalkan pembatalan haji secara sepihak

Padahal sejatinya keputusan tidak boleh diambil sepihak oleh pemerintah, hal itu merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019.

Suasana Kabah di Masjidil Haram yang kosong, sebagai tindakan pencegahan penyebaran virus corona (COVID-19), pada bulan Ramadan, di kota suci Makkah, Arab Saudi, Kamis (7/5/2020). Foto Antara/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS/nz/djo

Kementerian Agama (Kemenag) telah secara resmi mengumumkan pembatalan pelaksanaan ibadah haji 1441 Hijriah atau 2020. Keputusan tersebut diambil lantaran belum ada kepastian dari pihak Arab Saudi mengenai pelaksanaan ibadah satu tahunan sekali tersebut.

Namun demikian, keputusan ini disesalkan oleh Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, mengaku kecewa lantaran keputusan tersebut diambil secara sepihak, tidak melewati hasil kesepakatan dengan anggota dewan.

"Ada kekeliruan dari pak Menteri. Seharusnya segala sesuatu tentang haji itu diputuskan bersama DPR. Apakah itu biaya penyelenggaraan haji, anggaran setoran dari calon jemaah, kemudian pemberangkatan dan pemulangan. Itu disepakati semua bersama DPR, termasuk hal yang sangat penting seperti ini. Harus bersama-sama DPR untuk memutuskan batal atau tidak," terang Yandri lewat keterangan tertulisnya, Selasa (2/6).

Dikatakan Yandri, sebenarnya DPR dan Kemenag telah mengagendakan Rapat Kerja (Raker) pembahasan ibadah haji pada 4 Juni 2020. Dalam agenda tersebut, diharapkan keputusan mengenai pelaksanaan haji dapat diambil.

Akan tetapi, agenda itu menjadi sia-sia karena Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi telah mengumumkannya terlebih dahulu. Padahal sejatinya keputusan tidak boleh diambil sepihak oleh pemerintah, hal itu merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019.