Komnas HAM: Kasus penodaan agama Ahok masih dikenang

Situasi ini terjadi karena Indonesia belum mampu merumuskan regulasi yang bisa mengatasi masalah penodaan agama.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memberikan sambutan saat acara seruan kebangsaan untuk Pemilu Damai 2019 di Jakarta, Jumat (12/4/2019). Foto Antara/dokumentasi

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kasus penodaan agama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sangat luar biasanya dampaknya. Bahkan, masih diingat dalam benak masyarakat internasional.

“Kasusnya Ahok itu luar biasa. Sampai hari ini tidak selesai-selesai. Di internasional orang masih bertanya bagaimana kasus Ahok. Seolah-olah kita begitu kelamnya hanya gara-gara kasus itu,” ujar Taufan dalam diskusi virtual, Jumat (21/8).

Menurut Taufan, situasi ini terjadi karena Indonesia belum mampu merumuskan regulasi yang bisa mengatasi masalah penodaan agama. Diperparah dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Imbasnya, siapapun bisa terancam pidana dan bermuara pada berbagai masalah pelik. Misalnya, over kapasitas lapas dan rutan yang turut menambah beban negara.

“Apalagi jika pada di ituasi politik yang sedang hangat, seperti menjelang pilkada, pileg, atau pilpres. Pemilu itu menambah panasnya (kasus penodaan agama) ini. Siapa saja bisa kena,” ucapnya.

Kasus penodaan agama menimbulkan masalah karena tidak jelas batasannya. Definisi penodaan agama cenderung memuat unsur diskriminatif terhadap minoritas.