Laporkan Haris Azhar, Menko Luhut dinilai perburuk citra pemerintah

Amnesty berharap kepolisian tidak melanjutkan laporan Luhut ke tahap penyidikan pidana.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan Menghadiri Konferensi Pers Virtual Mengenai Perkembangan PPKM pada Senin (30/9/2021)/Tangkapan layar/YouTube Sekretariat Presiden

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, melaporkan sejumlah pimpinan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Polda Metro Jaya. Laporan dilayangkan atas dugaan fitnah dan berita bohong.

Pelaporan tersebut, jelas Usman, menunjukkan kecenderungan pejabat pemerintah menjawab kritik dengan ancaman pidana. "Ini bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan yang sering diulang Presiden Jokowi dan pejabat lainnya tentang komitmen mereka atas kebebasan berpendapat. Bahkan jika ancaman pemidanaan ini diteruskan hingga berujung pemenjaraan, hanya akan menambah penuh tahanan dan penjara yang ada. Padahal pemerintah juga berjanji untuk mengurangi populasi tahanan dan Lembaga pemasyarakatan,” jelas Usman Hamid dalam siaran pers Amnesty International Indonesia, Selasa (22/9).

Pelaporan Menko Luhut tersebut dilayangkan kepada Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti. Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 22 September 2021.

Menurut Usman, jika memang ada yang kurang akurat, pejabat itu cukup mengoreksinya dengan data kementerian yang dipimpinnya, yaitu Kemenko Kemaritiman dan Investasi. "Tidak sulit bagi kementerian ini untuk membuka data tentang perusahaan mana saja yang berinvestasi di Blok Wabu, baik negara maupun swasta, serta siapa saja pihak yang terkait. Dari situ, masyarakat bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan kekuasaan yang dia miliki, Luhut tidak seharusnya mengancam aktivis seperti Haris dan Fatia dengan pidana,” lanjutnya.

Bahkan, ia menilai langkah Luhut itu justru memperburuk citra pemerintah dan mengurangi partisipasi masyarakat. "Berbagai survei belakangan ini termasuk survei Indikator Politik Indonesia pada Oktober 2020 menunjukkan mayoritas masyarakat, yaitu 79.6% responden, semakin takut menyatakan pendapat. Pelaporan ini akan meningkatkan ketakutan tersebut sehingga enggan memberikan masukan kepada pemerintah, apalagi mengungkapkan kritik terhadap pihak berkuasa,” bebernya.