LPSK: Pelapor korupsi dana desa seharusnya tidak dipidana

LPSK geram dengan langkah kepolisian yang menjadikan pelapor kasus korupsi dana desa di Cirebon sebagai tersangka.

Gedung LPSK, Jakarta. Google Maps/Ali Ha Sani

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan penetapan tersangka pelapor kasus dugaan korupsi dana desa di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Nurhayati, oleh kepolisian setempat.

Menurut Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution, semestinya Nurhayati tidak dapat dipidana jika menjalankan tugasnya sebagai bendahara sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), yakni mencairkan anggaran dana desa di bank serta mendapatkan rekomendasi camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD). Ini sesuai isi Pasal 51 KUHP.

Sayangnya, kepolisian justru menetapkannya sebagai tersangka dan bakal menjadi preseden buruk ke depannya. "Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor karena takut jadi tersangka seperti yang dialami Nurhayati," katanya dalam keterangan tertulis.

Eks Bendahara Desa Citemu, Nurhayati, sebelumnya membongkar kasus dugaan korupsi dana desa sebesar Rp800 juta pada 2018-2020. Namun, dirinya belakangan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Cirebon.

Bagi Maneger, ditetapkannya Nurhayati sebagai tersangka juga mencederai akal sehat serta keadilan hukum dan publik. Apalagi, posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban agar tidak mendapatkan serangan balik sepanjang laporan diberikan dengan itikad baik.