Maju-mundur pengesahan RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset kali pertama diajukan PPATK kepada DPR sejak 2008. Namun, hingga kini belum ada kepastian akan dibahas dan disahkan.

Maju-mundur pengesahan RUU Perampasan Aset. Dokumentasi Kejagung

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menggeber pembentukan Badan Perampasan Aset. Bahkan, telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Jumat (27/10).

"Pembentukan Badan Perampasan Aset ini memberikan harapan kepada kita dalam mempermudah akselerasi penegakan hukum, khususnya dalam rangka penyelamatan dan pemulihan aset negara," kata Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, dalam keterangannya.

Namun, pembentukan badan tersebut takkan optimal mengingat pengesahan aturan mainnya yang lebih rigid, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP), mengalami kebuntuan di Senayan. Beleid tersebut diajukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2008.

PPATK memprakarsai RUU Perampasan Aset dengan mengadopsi The United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC). Ketika disetorkan, DPR sempat memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2005-2009 bahkan menjadi satu dari 31 RUU Prolegnas Prioritas 2008.

Sayangnya, tidak dilakukan pembahasan hingga anggota dewan demisioner pada 2009. RUU lantas diperbaiki dengan mengubah nomenklaturnya menjadi RUU PATP. Lalu, masuk Prolegnas 2010-2014 dan menjadi 1 dari 69 RUU Prioritas 2014.