sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Maju-mundur pengesahan RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset kali pertama diajukan PPATK kepada DPR sejak 2008. Namun, hingga kini belum ada kepastian akan dibahas dan disahkan.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Rabu, 01 Nov 2023 18:35 WIB
Maju-mundur pengesahan RUU Perampasan Aset

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menggeber pembentukan Badan Perampasan Aset. Bahkan, telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Jumat (27/10).

"Pembentukan Badan Perampasan Aset ini memberikan harapan kepada kita dalam mempermudah akselerasi penegakan hukum, khususnya dalam rangka penyelamatan dan pemulihan aset negara," kata Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, dalam keterangannya.

Namun, pembentukan badan tersebut takkan optimal mengingat pengesahan aturan mainnya yang lebih rigid, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP), mengalami kebuntuan di Senayan. Beleid tersebut diajukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2008.

PPATK memprakarsai RUU Perampasan Aset dengan mengadopsi The United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC). Ketika disetorkan, DPR sempat memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2005-2009 bahkan menjadi satu dari 31 RUU Prolegnas Prioritas 2008.

Sayangnya, tidak dilakukan pembahasan hingga anggota dewan demisioner pada 2009. RUU lantas diperbaiki dengan mengubah nomenklaturnya menjadi RUU PATP. Lalu, masuk Prolegnas 2010-2014 dan menjadi 1 dari 69 RUU Prioritas 2014.

Seperti sebelumnya, RUU Perampasan Aset tidak disentuh bahkan hingga anggota DPR periode 2014-2019 purnabakti. Legislatif sempat berjanji memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2022, tetapi belakangan dicoret.

Pun demikian pada Prolegnas 2023. Sekalipun pemerintah merongrong, tidak ada RUU Perampasan Aset dalam 41 RUU yang akan dibahas pada tahun ini. DPR mengelak berlarut-larutnya proses tersebut karena ada tarik-menarik kepentingan dan pertimbangan partai politik (parpol) yang memberatkan.

"Belum deadlock, tapi belum dibahas. Belum dibahas karena masih fokus menyelesaikan RUU lainnya," dalih anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Herman Khaeron, medio Oktober silam.

Sponsored

Pernyataan berbeda disampaikan anggota Komisi III DPR, Johan Budi. Ia mengklaim, parlemen telah bersepakat untuk segera membahas RUU Perampasan Aset.

"Sudah masuk [agenda pembahasan], jadi prolegnas prioritas," ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (1/11). Namun, ia tidak bisa menggaransi kapan pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan.

Di sisi lain, revisi UU Kejaksaan berjalan mulus. Dalam rapat pleno, 3 Oktober silam, Baleg bahkan telah menyetujui revisi UU Kejaksaan sebagai usul inisiatif DPR.

Setidaknya terdapat 6 angka perubahan dengan materi muatan perubahan yang diputuskan dalam rapat pleno tersebut, salah satunya di pemulihan aset. Menyangkut isu ini, kewenangan kejaksaan akan mencakup penelusuran, pelacakan, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.

Selain itu, menyetujui pembentukan Badan Pemulihan Aset. Adapun ketentuan pembentukan Badan Pemulihan Aset diatur dalam peraturan kejaksaan. 

Naik kelas
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Easter Kaban, mengatakan, kejaksaan memiliki aturan main soal pengelolaan aset sejak 2014 melalui penerbitan Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-006/A/JA/3/2014. Dengan kehadiran regulasi itu, maka pengelolaan aset dilakukan melalui Pusat Pemulihan Aset (PPA).

"Yang sekarang itu semacam 'naik kelas' dari sisi struktur organ itu di Kejaksaan Agung sendiri karena organ ini mirip dengan Labuksinya (Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi) KPK. Jadi, memang enggak perlu menunggu RUU PATP disahkan jadi UU," katanya kepada Alinea.id, Rabu (1/11).

Lola menyampaikan, Badan Perampasan Aset juga berfungsi sebagai pemegang pangkalan data (database) aset hasil rampasan, pusat koordinasi antarinstitusi, dan lainnya. 

"Kalau definitif disebut PPA Kejaksaan, ya, berarti badan itu yang nantinya jadi pengemban tugas sebagai asset management office (AMO) dan asset recovery office (ARO). Kalau UU bilang ada organ lain, ya, berarti bukan PPA yang mungkin jadi AMO atau ARO," tuturnya.

Urgensi RUU Perampasan Aset
Ia menambahkan, ketentuan tentang pemulihan aset tersebar dalam berbagai undang-undang. Salah satunya adalah UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun, belum ada yang menyinggung tentang proses pemulihan aset tanpa pemidanaan. Ini tercantum dalam UU Perampasan Aset. ICW pun mendorong RUU tersebut segera disahkan karena memiliki peran vital.

"[Penekanan RUU Perampasan Aset] bukan sekadar pada ada atau tidaknya lembaga pengelola aset," jelasnya.

Berita Lainnya
×
tekid