Di balik mangkraknya proyek pesawat N219 amfibi 

Masuk jadi salah satu proyek riset nasional 2020-2024, pengembangan pesawat N219 amfibi jalan di tempat setelah Lapan dilebur ke BRIN.

Ilustrasi pesawat N219 amfibi. Alinea.id/Aisya Kurnia

Mantan Kepala Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Gunawan Setyo Prabowo tengah gamang. Ia cemas pesawat N219 amfibi (N219A) yang digarap Lapan bersama PT Dirgantara Indonesia dan sejumlah instansi tak akan pernah terbang. Sejak 2021, proyek itu mangkrak. 

"Ada perubahan skema atau cara riset. Sekarang ini lebih ke riset dasar, semisal riset kecil-kecil seperti bahan dan sebagainya. Semua dari nol lagi. Kalau begitu, akan sangat lama sekali sampai jadi pesawatnya," ucap Gunawan kepada Alinea.id di Jakarta, akhir Juli lalu. 

Sesuai isi Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 38 Tahun 2019 tentang Prioritas Riset Nasional, pengembangan pesawat N219A merupakan salah satu proyek prioritas nasional pada 2020-2024. Dimulai sejak 2019, proyek itu diperkirakan telah memakan biaya hingga Rp117 miliar. 

Pada Permen itu, Lapan ditunjuk sebagai koordinator riset. Anggotanya antara lain, Badan Penelitan dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Balitbang Kementerian Perindustrian, dan Balitbang Kementerian Pariwisata. 

Pada September 2021, bersama tiga lembaga penelitian nonkementerian (LPNK) lainnya, Lapan dilebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sejak itu, menurut Gunawan, arah riset di ranah kedirgantaraan bergeser ke pengembangan teknologi dasar, semisal penelitian terkait komposit pesawat, avionic, dan sensor. Produk-produk teknologi berbasis riset terapan tak lagi "dilirik".