Mural diberangus tanda rezim Jokowi kian alergi kritik

Berbagai mural tentang kritik terhadap pemerintah yang tumbuh subur di tengah pandemi Covid-19 diberangus aparat.

Ilustrasi. Twitter/@TRendusara

Aparat kini "hobi" bertindak represif dalam merespons mural bermuatan kritik terhadap pemerintah. Karenanya, tidak sedikit coretan di tembok yang dihapus, seperti karakter dua ekor hewan dengan disematkan tulisan "Dipaksa Sehat di Negeri yang Sakit" di Pasuruan, Jawa Timur.

Beberapa mural di Tangerang Raya, Banten, juga bernasib sama. Lukisan yang memuat wajah diduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan digenapi "404: Not Found" di Batuceper, tulisan "Tuhan Aku Lapar" di Tigaraksa, serta "Wabah Sesungguhnya adalah Kelaparan" di Parung Serab, Ciledug, contohnya.

Pakar semiotika Institut Teknologi Bandung (ITB), Yasraf Amir Piliang, menilai, hal tersebut menunjukkan wajah rezim Jokowi kian alergi kritik hingga bertindak represif mencari seniman yang membuatnya. Padahal, sikap tersebut tidak bisa bersemayam di era demokrasi.

"Di era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), hal-hal seperti itu juga ada, berupa gambar bermacam karya seni, tetapi Pak SBY, kan, paling-paling hanya mengeluh, tidak sampai melarang,” ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Jumat (20/8).

Mural, terangnya, dapat digunakan sebagai sarana ekspresi seni guna memprotes kebijakan pemerintah atau keadaan terkini. Jejaknya dTanah Air eksis sejak berpuluh-puluh tahun silam.