Nestapa masyarakat adat di Ibu Kota Nusantara yang terampas di tanah sendiri

“Kita tidak pernah menolak adanya IKN karena itu kan proyek negara. Tapi, jangan sampai masyarakat adat diabaikan.”

Ilustrasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Alinea.id/Aisya Kurnia

Segala infrastruktur penunjang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur tengah dibangun. Luas wilayah daratan IKN mencapai 256.142 hektare dan perairan 68.189 hektare. Misalnya, sejak Oktober 2021 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengerjakan pembangunan bendungan Sepaku Semoi dan intake Sungai Sepaku.

Namun, bendungan dan intake tersebut, diakui Atim—tokoh adat Suku Balik Sepaku di Penajam Paser Utara—membuat masyarakat adat gelisah lantaran belum ada perlindungan yang jelas. Pembangunan pengambil air atau intake Sungai Sepaku sudah melenyapkan situs bersejarah sekaligus tempat ritual, yakni Batu Badok dan Batu Tukar Tondoi, serta makam leluhur.

“Sekarang sungainya dialihkan, dibikin bendungan. (Situs bersejarah itu) sudah hilang semua,” ujar Atim saat dihubungi Alinea.id, Kamis (30/3).

Masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai jalur transportasi beraktivitas pun merasa terganggu dengan pembangunan proyek bendungan tersebut. Atim berharap, situs-situs bersejarah dan makam bisa dikembalikan lagi. Masyarakat pun diberi legalitas atas kepemilikan kebun.

“Kita tidak pernah menolak adanya IKN karena itu kan proyek negara. Tapi, jangan sampai masyarakat adat diabaikan,” ujarnya. “Kita ini kan bisa dihitung dengan jari. Masa pemerintah tidak bisa memberikan perhatian khusus untuk kita.”