Bola panas IKN: Dari kantor Gibran hingga ibu kota Kaltim
Nasib ibu kota Nusantara (IKN) kian terkatung-katung. Setelah tak mendapat anggaran memadai dalam APBN 2025, pembangunan di ibu kota baru yang digagas pada era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu mandek selama berbulan-bulan.
Tak seperti tahun lalu, perayaan hari ulang tahun RI ke-80 juga tak akan digelar di IKN. Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro berdalih upacara perayaan akan digelar di Jakarta lantaran IKN masih dibangun.
""Ya, di IKN kan sedang dalam proses penyelesaian pembangunan. Jadi, kita konsentrasi untuk menyelesaikan pembangunan IKN dulu," ujar Juri kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/7) lalu.
Nasib IKN semakin tak jelas setelah sejumlah anggota DPR mewacanakan moratorium pembangunan IKN. Politikus NasDem Saan Mustofa jadi salah satu anggota DPR yang menggulirkan wacana itu. Usulan lainnya ialah menempatkan Wapres Gibran Rakabuming Raka berkantor di sana.
"Jadi, biar IKN ada aktivitas dan biar gedung-gedung yang sudah dibangun itu tidak terlantar. Jadi, kan nanti biaya pemeliharaannya mahal kalau tidak ada aktivitas kan?" kata Saan dalam konferensi pers di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (18/7).
Saan juga menyarankan supaya pemerintah bisa mempertimbangkan menetapkan IKN sebagai ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim). Jakarta, kata dia, bisa ditegaskan kembali sebagai ibu kota negara dengan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
"Jakarta dapat tetap dipertahankan sebagai ibu kota negara hingga semua persiapan administrasi, infrastruktur, dan kebijakan mutasi ASN benar-benar matang," ujar Saan.
Wacana itu disambut elite-elite Golkar. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Adies Kadir menyambut ide Partai Nasdem menjadikan IKN sebagai ibu kota Kaltim. "Sah-sah saja disampaikan dan menjadi bahan pertimbangan, tetapi perlu dikaji secara mendalam," kata dia.
Analis politik dari Universitas Medan Area, Sumatera Utara, Khairunnisa Lubis berpendapat sejak awal pemerintahan Prabowo memang tak berniat melanjutkan IKN. Gelagat itu terlihat dari melemahnya antusiasme elite-elite politik.
"Jika ditanya mengenai persensetase, mungkin masih 50:50, ya. Tetapi, memang terlihat jelas bahwasanya Prabowo tidak seantusias Jokowi mengenai pembangunan IKN ini," kata Nisah, sapaan akrab Khairunnisa, kepada Alinea.id, Minggu (20/7).
Pemerintahan Prabowo, kata Nisah, saat ini berada dalam posisi dilematis karena tak punya anggaran yang memadai untuk membiayai program-program andalannya. Prabowo bahkan sampai harus memangkas angggaran kementerian dan lembaga supaya punya duit.
Mengebut pembangunan IKN, menurut dia, tak realistis saat pertumbuhan ekonomi sedang stagnan. Dari sisi politis, Prabowo juga bisa mendulang simpati kelompok-kelompok masyarakat yang sejak awal tak setuju pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN.
"Artinya, bisa menaikkan dukungan dari kelompok yang selama ini kritis ataupun kontra terhadap Jokowi, termasuk sebagian oposisi atau elite daerah. Di sini, kita dapat melihat IKN adalah simbol Jokowi. Jadi, jika dihentikan, maka pesan politik yang dapat diambil yaitu era baru telah dimulai," kata Nisah.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah sepakat pembangunan IKN cenderung merepotkan bagi Presiden Prabowo. IKN, kata dia, dibangun tanpa perencanaan matang sehingga tak siap ditempati.
"Di satu sisi, seharusnya sudah dijalankan berserta imbasnya, termasuk pelaksanaan HUT RI di ibukota, tetapi di sisi lain IKN belum siap. Untuk itu, Prabowo memang memerlukan moratorium agar konstitusi dan wibawa politik kita terjaga," kata Dedi kepada Alinea.id.
Jika tidak dimoratorium, menurut Dedi, keberadaan IKN akan janggal. Kegiatan-kegiatan yang digelar di IKN terkesan hanya bersifat personal, tak mengikuti tata kelola politik nasional.
"Jika demikian, maka negara ini sebenarnya tidak lagi berada di bawah panji konstitusi. Cukup aneh memang pemerintah saat ini dan tentu saja era Jokowi yang seolah menjalankan pemerintahan seperti mengikuti hasrat pribadi, bukan karena faktor konstitusional," kata Dedi.
Tak realistis
Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti berpendapat akan sulit bagi Prabowo mengubah status IKN menjadi ibu kota Kalimantan Timur. Hal itu bertentangan UU IKN. Jika ingin mengubah status IKN, maka Prabowo mesti terlebih dahulu bernegosiasi dengan DPR untuk merevisi UU IKN.
"Menjadikan IKN sebagai ibu kota Kaltim juga tidak realistis. Kaltim nampaknya akan kesulitan untuk menjaga dan merawat kota sebesar dan semewah IKN," kata Ray kepada Alinea.id, Minggu (20/7).
Jika Prabowo tidak betah di IKN, Ray mengusulkan agar dia menugaskan Wapres Gibran berkantor di IKN. Apalagi, Gibran saat ini sudah diberi tugas khusus sebagai koordinator pembangunan dan peningkatan kesejahteraan Papua.
"Berkantor di IKN, tentu akan mendekatkan wapres dengan daerah Papua sehingga akan tercapai efektivitas dan sinergi tugas wapres di Papua," kata Ray.


