NU tolak PPN jasa pendidikan: Gaji guru dengan layak saja berat

Rencana pemerintah mengenakan PPN pada lembaga pendidikan dinilai melanggar konstitusi, terutama soal mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ilustrasi. Flickr

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Pendidikan (LP) M'arif menolak rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Organisasi ini pun menuntut pemerintah mengurungkan niatnya tersebut.

LP Ma'arif NU mendorong demikian lantaran aktivitasnya di sektor pendidikan tak bertujuan mencari keuntungan finansial, tetapi mencerdaskan bangsa sesuai mandat UUD NRI 1945. Hingga kini, LP M'arif NU menaungi sekitar 21.000 sekolah dan madrasah se-Indonesia, yang sebagian besar sekolah berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Karenanya, banyak pertimbangan yang diambil dalam menetapkan biaya pendidikan yang harus ditanggung murid. "Jangankan menghitung komponen margin dan pengembalian modal, dapat menggaji tenaga didik kependidikan dengan layak saja merupakan hal yang berat," ucap Ketua LP Ma'arif NU, KH Arifin Junaidi, dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/6). 

Atas dasar itu, ungkapnya, banyak tenaga pendidik di lingkup LP Ma'arif NU yang mendapatkan gaji kurang layak karena jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK). "Padahal, tugas, posisi, dan fungsi guru tak berada di bawah buruh."

Arifin pun heran dengan rencana pemerintah mengenakan PPN kepada lembaga pendidikan. Terlebih, rencana tersebut muncul setelah gagal memasukkan pendidikan ke dalam "rezim bisnis" dalam penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).