Ombudsman sebut BPOM belum optimal awasi produksi obat

Ombudsman meminta BPOM bersikap lebih ketat terhadap industri farmasi, khususnya terkait produksi obat.

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng. Foto Ombudsman

Ombudsman kembali menyoroti kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) usai munculnya laporan dua kasus baru gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Satu pasien suspek masih menjalani perawatan, sedangkan satu pasien konfirmasi dinyatakan meninggal dunia dan diketahui sempat mengonsumsi obat sirop penurun demam merek Praxion.

Padahal, BPOM sebelumnya memasukkan obat sirup Praxion ke dalam daftar obat yang aman dikonsumsi pada 29 Desember 2022. Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menilai, BPOM masih belum optimal dalam melakukan kontrol terhadap industri farmasi selaku produsen obat-obatan.

"Kami harus katakan dia (BPOM) masih jauh dari titik optimal untuk menjalankan yang kami mintakan, terutama terkait dengan kontrol. Bukan sampling ya. Harus kontrol langsung kepada perusahaan-perusahaan farmasi, untuk memastikan bahwa proses produksi mereka sesuai dengan tata cara produksi obat yang baik," kata Robert kepada Alinea.id, Rabu (8/2).

Dalam tindakan korektif yang disampaikan kepada Kepala BPOM Penny Lukito pada 15 Desember 2022, Ombudsman meminta agar BPOM mengevaluasi laporan farmakovigilans di semua industri farmasi yang memproduksi dan/atau mengedarkan obat sirop serta menindaklanjuti dengan pemeriksaan dan uji sampel produk.

Diungkapkan Robert, Ombudsman juga meminta BPOM memperketat pengawasan terhadap perusahaan farmasi agar produksi obat yang berjalan baik dari standar operasional prosedur. Sehingga penggunaan bahan baku dan bahan tambahan, dilakukan sesuai dengan standar yang ada.