Ombudsman temukan banyak potensi malaadministrasi tata kelola-pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan

Berdasarkan data KLHK, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya, terkhusus untuk kegiatan pertambahan dan nonpertambangan.

Gedung Ombudsman RI, Jakarta. Google Maps/Aqua Penyok

Ombudsman Republik Indonesia (RI) menyerahkan hasil kajian tata kelola dan pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Investasi / BKPM, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada Kamis (6/1).

Berdasarkan data KLHK, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya, terkhusus untuk kegiatan pertambahan dan nonpertambangan. Rinciannya, sebanyak 49.235.50 IPPKH terbit pada 2018; 66.311.87 IPPKH pada 2019; 81.224.47 IPPKH pada 2020; serta 104.401.71 IPPKH pada 2021.

Berdasarkan hasil kajian, Ombudsman RI menemukan setidaknya 5 potensi maladministrasi. Yaitu, penundaan berlarut dalam IPPKH; tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi Gubernur daerah mengenai IPPKH; kurangnya aksesibilitas informasi proses permohonan IPPKH dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH;

Kemudian, belum adanya penyebarluasan informasi Geospasial Tematik (IGT) Kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSO) dan informasi realtime kuota IPPKH; serta sosialisasi yang belum menyeluruh terkait perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan baru.

Dari aspek pengawasan, Ombudsman RI menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak independen; adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas, sehingga memperlama prosedur telaah kawasan; serta kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).