Omnibus law dan akhir monopoli sertifikat halal MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak lagi memonopoli sertifikasi halal produk.

Ilustrasi sertifikasi halal. Alinea.id/Dwi Setiawan

Polemik sertifikasi halal memasuki babak baru. Diwakili Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, pemerintah menyelipkan sejumlah pasal terkait sertifikasi halal di Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). 

Setidaknya ada empat pasal krusial yang disisipkan pemerintah dalam beleid Omnibus Law Ciptaker untuk merevisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Yang paling krusial ialah terkait pelibatan ormas Islam dalam sertifikasi.

Dinyatakan dalam revisi Pasal 7 UU JPH yang terangkum dalam Omnibus Law Ciptaker, BPJPH bisa menggandeng ormas Islam yang berbadan hukum dalam memeriksa kehalalan sebuah produk. Sebelumnya, BPJPH hanya diperkenankan bekerja sama dengan MUI dan lembaga pemeriksa halal (LPH).

Selain ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, menurut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi, pemerintah juga bisa menggandeng LPH yang dibentuk perguruan tinggi beryayasan Islam atau perguruan tinggi negeri yang punya kompetensi terkait sertifikasi halal.

"Ya, dia (ormas) bisa bikin LPH, lembaga pemeriksa halal. Terus sertifikasinya sesuai dengan BPJPH," kata Awiek, sapaan akrab Baidowi, saat dihubungi Alinea.id, Minggu (27/9).