P2G sebut kekerasan seksual di sekolah berbasis agama imbas rendahnya pengawasan Kemenag

Rekrutmen pengasuh atau guru oleh harus mempertimbangkan aspek asesmen psikologi, kepribadian, dan sosial. Tidak hanya aspek pedagogi.

ilustrasi. ist

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan sangat prihatin dan mengecam perbuatan oknum guru salah satu pesantren di kota Bandung, yang memerkosa 12 santriwati di mana delapan di antaranya sampai melahirkan, dan dua orang sedang hamil.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G  Iman Zanatul Haeri, menyebut, kekerasan seksual seperti pencabulan, pemerkosaan, dan tindakan asusila lainnya di satuan pendidikan berbasis agama bukan pertama kali terjadi.

Dalam catatan P2G, kasus kekerasan seksual yang mencuat menjadi perbincangan publik di media pada 2021, terjadi di satuan pendidikan agama baik status formal maupun non formal.

P2G mencatat kasus di 27 kota/kabupaten: Jombang, Bangkalan, Mojokerto, Trenggalek, Ponorogo, Lamongan, dan Sidoarjo (Jatim); Kubu Raya (Kalbar); Lebak dan Tangerang (Banten), Bantul (Yogyakarta), Padang Panjang dan Solok (Sumbar); Aceh Tamiang (Aceh); Ogan Komering Ilir dan Musi Rawas (Sumsel); Bintan (Kepri); Tenggamus, Way Kanan, Tulang Bawang dan Pringsewu (Lampung); Pinrang (Sulsel); Balikpapan (Kaltim); Kotawaringin Barat; Jembrana (Bali); Cianjur dan Garut (Jabar).

Data 27 kabupaten/kota belum termasuk kekerasan seksual yang terjadi di luar satuan pendidikan agama formal, seperti kasus pencabulan terhadap belasan anak laki-laki oleh guru mengaji di Padang dan Ternate.