Pascarevisi UU, pakar sebut KPK masuk kondisi new normal

Bagi akademisi UGM, Zainal Arifin Mochtar, KPK lebih baik dibubarkan.

Logo KPK. Twitter/KPK_RI

Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami kondisi kenormalan baru (new normal) pasca-undang-undangnya direvisi pada 2019. Maksudnya, kinerja lembaga tak lagi optimal memberantas rasuah.

"New normal-nya KPK yang baru adalah lebih penting seremonial dibanding substansi. New normal-nya KPK, ya, formalitas saja dibanding substansi penegakan hukumnya," ujar dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) ini webinar yang disiarkan kanal YouTube LP3ES, Senin (19/4).

Zainal mengatakan, pemberantasan korupsi yang baik ada pada tiga level, yaitu mengungkap, memproses hukum semua pihak yang terlibat, dan membuat riset supaya tidak terulang. Namun, KPK dinilai belum tuntas menjalankan tingkat satu.

Dia menyontohkan dengan kasus suap terhadapa bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Perkara itu dianggap tak tuntas karena pemberi suap belum diadili serta sumber beselan belum jelas.

"Padahal pengakuannya banyak. Ada yang mengatakan dari salah seorang sekjen partai, ada yang mengatakan dari sini, tapi kemudian sampai sekarang tidak diperiksa. Enggak ada penegakan hukumnya bahkan orang yang membawa itu kemudian hilang, Harun Masiku. Jadi, di level satu saja enggak jelas," tuturnya.