Pelibatan TNI mengajar di daerah 3T dinilai tidak tepat

Kemendikbud disarankan merekrut guru honorer ketimbang melibatkan personel TNI.

Babinsa TNI Pos Ramil Muara Dua Kodim 0103 Aceh Utara memberikan pelajaran kepada siswa di SDN-11 Desa Paloh Batee, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (20/2)./ Antara Foto

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melibatkan personel TNI Angkatan Darat untuk mengajar di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan (3T), dinilai tidak tepat. Kemendikbud dinilai menafikan keberadaan guru honorer yang jumlahnya lebih dari satu juta orang.

"Secara etik Kemendikbud tak pantas minta kerja sama dengan TNI, karena masih banyak guru honorer. Masih banyak rasio kebutuhan, itu harus dijawab pakai data guru honorer," ujar pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar, di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Jl Kramat, Senen, Jakarta Pusat, Jumat(1/3).

Haris memandang, kesepakatan itu menutup peluang guru honorer, karena digantikan oleh personil TNI. Seharusnya, Kemendikbud berkonsultasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Ombudsman terlebih dahulu, sebelum meneken kerjasama tersebut.

"Mestinya kementerian pendidikan itu konsultasi dulu dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan dengan Ombudsman untuk menguji soal hukumnya, kebijakan itu sudah tepat atau belum," katanya.

Penolakan serupa disampaikan anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI Syaifullah Tamliha. Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah memberdayakan guru-guru honorer yang saat ini nasibnya terkatung-katung.