Pemerintah didesak hapus hukuman mati

Indonesia masih menggunakan pendekatan canggung dengan menjadikan hukuman mati sebagai hukuman alternatif pada RKUHP.

Ilustrasi. Pixabay

Bertepatan dengan Hari Anti Hukuman Mati yang jatuh setiap 10 Oktober, Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) mendesak pemerintah untuk menghapus hukuman mati. Koalisi HATI prihatin, di tengah pandemi Covid-19, pengadilan Indonesia justru menjatuhkan hukuman mati melalui sidang secara daring via video teleconference.

“Pemerintah membatalkan semua rencana eksekusi mati pada masa yang akan datang dan secepatnya memberlakukan moratorium hukuman mati serta menghapus pidana yang terindikasi adanya praktik peradilan yang tidak adil (unfair trial),” tulis Koalisi HATI dalam keterangan tertulis yang diunggah di laman Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) pada Senin (11/10/21).

PBHI mencatat, hanya sedikit negara yang masih menjatuhkan vonis mati dan melakukan eksekusi terhadap terpidana. Saat ini, ada 108 negara yang tidak menjalankan vonis hukuman mati, baik karena dihapus maupun sudah menjalankan moratorium hukuman mati. Koalisi memandang bahwa pemerintah tidak berkomitmen dalam melindungi hak hidup warga negaranya. Padahal, Indonesia terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB 2020-2022. 

Dewan HAM PBB pun sudah merekomendasikan untuk menghukum dengan moratorium maupun abolisi dalam Universal Periodic Review. Namun pemerintah tidak mengindahkan rekomendasi PBB.

“Alih-alih menerima rekomendasi untuk moratorium hukuman mati, dalam perkembangannya, Indonesia juga telah mengubah sikapnya di Majelis Umum PBB dan Dewan HAM PBB terkait moratorium hukuman mati, yang seharusnya menjadi arah kebijakan politik HAM di tingkat nasional,” tulis Koalisi HATI.