Penanganan kasus Rafael Alun di KPK rentan konflik kepentingan

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, diduga lulus STAN pada tahun yang sama dengan Rafael Alun pada 1986.

Penanganan kasus bekas pegawai DJP Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo, di KPK rentan konflik kepentingan. Alinea.id/Gempita Surya

Penanganan kasus harta jumbo bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rentan konflik kepentingan (conflict of interest). Pangkalnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, satu angkatan dengan Rafael Alun di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

"Merujuk pada sejumlah informasi, salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata, diduga lulus dari pendidikan STAN pada tahun yang sama dengan Rafael, yaitu tahun 1986," ucap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Rabu (15/3).

Menurutnya, relasi antara Alexander dan Rafael itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam pengusutan perkara yang tengah ditangani KPK. Sebab, dapat memengaruhi pernyataan atau keputusan yang akan dikeluarkan Alexander sebagai pimpinan KPK.

"Maka dari itu, Alexander harus secara terbuka mendeklarasikan potensi benturan kepentingannya kepada pimpinan KPK lain dan Dewan Pengawas (Dewas)," ujarnya. Langkah deklarasi benturan kepentingan diatur dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a Peraturan KPK (PerKom) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di KPK.

Lebih lanjut, sambung Kurnia, apabila Dewan Pengawas (Dewas) dan pimpinan KPK lainnya menilai ada benturan kepentingan, maka pelaksanaan tugas Alexander dapat dibatasi dalam penyelidikan perkara Rafael Alun.