Penerapan aturan sistem zonasi belum maksimal

Aturan berupa Keppres diharapkan bisa memayungi kerja sama antarlembaga dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Forum Merdeka Barat “Di Balik Kebijakan Zonasi”, Senin (1/7).Alinea.id/Robertus Rony Setiawan

Lemahnya penerapan aturan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 disebabkan kurangnya sosialisasi di tingkatan pemerintah daerah dan panitia PPDB sekolah. Perubahan kebijakan PPDB perlu dilakukan dengan menerapkan aturan yang mencakup penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi.

“Selama ini yang berlaku bertahun-tahun itu pakai aturan hasil nilai ujian akhir. Itu hanya syarat lulus, lalu mengapa jadi syarat naik ke jenjang berikutnya? Di sini ada kesalahan menerjemahkan,” kata Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang, di Jakarta dalam forum Merdeka Barat “Di Balik Kebijakan Zonasi”, Senin (1/7).

Sejak berlaku pada 2017, PPDB telah mengalami perkembangan dalam aturan dan penerapannya. Kebijakan dalam PPDB diatur menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 yang menentukan tiga jalur penerimaan, yaitu jalur zonasi dengan kuota minimal 90%, prestasi dengan kuota 5%, dan perpindahan orang tua dengan kuota maksimal 5%.

Aturan jalur zonasi menentukan calon peserta didik mendaftar di sekolah yang terdekat dari wilayah domisilinya, termasuk bagi peserta didik tidak mampu dan penyandang disabilitas di sekolah berlayanan inklusif.

Pengutamaan jalur zonasi dimaksudkan memberikan keadilan dan kesempatan merata bagi orang  tua untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya, juga memutus kesenjangan antara sekolah favorit dan yang tidak.