Dipukuli dan disetrum, empat pengamen Cipulir tuntut ganti rugi Rp750 juta

Keempatnya merupakan korban salah tangkap kasus pembunuhan di kawasan Cipulir pada 2013.

Anggota tim advokasi LBH Jakarta Oky Wiratama meladeni pertanyaan wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Rabu (17/7). Alinea.id/Fadli Mubarok

Mewakili empat pengamen asal Cipulir yang menjadi korban salah tangkap, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggugat Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi Jakarta dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). 

Menurut anggota tim advokasi LBH Jakarta Oky Wiratama, ketiga lembaga negara tersebut dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp750,9 juta untuk keempat pengamen.  Rinciannya, ganti rugi secara materiil sebesar Rp662,4 juga dan ganti rugi imaterial sebesar Rp88,5juta.

"Alasannya karena memang pada saat ini klien kami (empat pengamen Cipulir) dinyatakan tidak bersalah di tingkat putusan Mahkamah Agung (MA), maka ada hak mengganti rugi," ujar Oky di PN Jakarta Selatan, Rabu (17/7).

Empat pengamen tersebut adalah Fikri (23), Fatahillah (18), Ucok (19), dan Pau (22). Pada 2013, keempat pengamen itu ditangkap oleh unit Jatanras Polda Metro Jaya karena dituduh membunuh sesama pengamen dengan motif berebut lapak.

Menurut Oky, awalnya mereka ditangkap aparat kepolisian dan dipaksa untuk mengakui pembunuhan yang mereka tidak lakukan. Untuk mendapatkan pengakuan dari keempat pengamen itu, penyidik bahkan menendang, memukuli, dan menyetrum mereka.