Ombudsman: Pengawasan BPOM tak efektif hingga level pedagang eceran

BPOM diminta tak cuma bekerja sesuai standar, tetapi juga melakukan kontrol di lapangan.

Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, menilai pengawasan produksi hingga distribusi obat sirop, yang menyebabkan gagal ginjal akut, oleh BPOM tidak efektif hingga ke tingkat pedagang eceran. Dokumentasi Ombudsman

Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) kembali muncul di Indonesia. Dari dua kasus baru, satu pasien diketahui sempat mengonsumsi obat sirop penurun demam merek Praxion.

Terkait temuan ini, Ombudsman RI memandang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum optimal dalam melakukan kontrol atau pengawasan, dari tahap produksi hingga distribusi obat-obatan. Terlebih, Praxion merupakan salah satu obat yang sebelumnya masuk daftar obat yang aman dikonsumsi.

"Ini, kan, dia (pasien, red) mengonsumsi obat sirop yang dijual di warung. Yang begini ini artinya kinerja Badan POM dalam rangka pengawasan itu tidak efektif untuk bisa menjangkau sampai pada level pedagang eceran yang tingkat bawah, yaitu di warung atau di kios," kata Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, kepada Alinea.id, Rabu (8/2).

Sebelumnya, Ombudsman menemukan tindakan malaadministrasi oleh BPOM terkait kasus gagal ginjal akut. Pangkalnya, tidak mengawasi peredaran obat sirop yang mengadung cemaran etilen glikol (EG)/dietilen glikol (DEG).

Ombudsman pun memberikan tindakan korektif kepada Kepala BPOM, Penny Lukito, agar mendata volume penjualan dan area persebaran obat sirop mengandung bahan EG/DEG. Ombudsman juga telah melakukan pemantauan atas tindak lanjut dari tindakan korektif itu.