Penghijauan di IKN Nusantara: Monokultur, bibit kecil, dan tanam asal-asalan

Kiswanto adalah anggota tim penyusun rancangan teknis Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan Nusantara.

Ilustrasi. Foto Pixabay

Ambisi pemerintah menghasilkan hutan hujan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur bisa jadi hanya akan berakhir di awang-awang. Bukan hutan hujan yang tercipta, sebaliknya hanya kebun kayu dan kebun buah. Itu terjadi jika pemerintah tidak mengubah pola kerja ngebut ala 'Bandung Bondowoso'.

"Rehabilitasi (hutan) tahun lalu saya anggap sebagai program 'Bandung Bondowoso'. Sebab, dalam waktu singkat sekian hektare lahan sudah tertanami. Ada beberapa persoalan krusial di lapangan yang perlu dibenahi," tulis dosen budi daya hutan Universitas Mulawarman, Kiswanto, dikutip dari theconversation.com/id, Kamis (1/6).

Terminologi 'Bandung Bondowoso' merujuk cerita rakyat di Kerajaan Prambanan. Tak ingin jadi permaisuri Bandung Bondowoso yang baru menguasai Prambanan, putri raja Prambanan bernama Roro Jonggrang memberi syarat agar dibangunkan seribu candi dalam semalam. Berkat kesaktiannya, Bandung Bondowoso bisa memenuhi itu. 'Kebut semalam' ala Bandung Bondowoso ini kemudian jadi kiasan 'pengerjaan yang tergesa-gesa'.

Kiswanto adalah anggota tim penyusun rancangan teknis Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan Nusantara. Dari pengamatan di lapangan di tahun lalu, ia mendapati tiga hal yang harus dibenahi ke depan. Pertama, soal pola tanam seragam atau monokultur.

"Saya dan tim mengamati pola tanam di satu blok penanaman masih seragam. Ada satu blok yang semuanya ditanami meranti. Ada juga satu jalur penanaman yang ditanami tanaman buah sejenis," tulis Kiswanto.